Mengenal Tradisi Seren Taun di Lebak, Warisan Leluhur yang Bertahan hingga Kini

LEBAK, iNewsLebak.id - Tradisi Seren Taun di Lebak merupakan salah satu warisan budaya yang masih hidup dan terus dijaga hingga kini oleh masyarakat adat di wilayah Banten Selatan. Upacara ini bukan sekadar ritual tahunan, tetapi bentuk rasa syukur atas hasil panen dan pengingat akan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Masyarakat adat di Kasepuhan Cisungsang, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, masih menjalankan Seren Taun dengan khidmat setiap tahunnya. Prosesi ini bukan hanya menjadi bagian dari kebudayaan, tapi juga menjadi daya tarik wisata budaya yang mulai dikenal secara nasional. Dengan segala unsur adat dan kesakralannya, Seren Taun mampu merekatkan nilai-nilai kebersamaan, spiritualitas, dan pelestarian lingkungan.
Berdasarkan informasi dari situs resmi Kemenparekraf, Seren Taun yang digelar oleh Kasepuhan Cisungsang tercatat sebagai salah satu dari 110 Karisma Event Nusantara (KEN) tahun ini. Bersama Seba Baduy dan Festival Multatuli, acara adat tersebut termasuk dalam daftar kegiatan unggulan yang diusung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Masih dalam sumber yang sama, berikut beberapa fakta menarik mengenai tradisi Seren Taun di Lebak yang hingga kini masih bertahan:
Tahapan awal dimulai dari prosesi Rasul Pare di Leuit, yaitu penyimpanan padi ke dalam lumbung sebagai bentuk syukur sekaligus cadangan pangan untuk masa depan. Ini menjadi simbol bahwa masyarakat tidak hanya hidup untuk hari ini, tapi juga memikirkan keberlanjutan.
Dilanjutkan dengan Salamat Beberes Ngueh, yaitu tradisi selamatan setelah seluruh penganan khas disiapkan untuk acara utama. Setelahnya, digelar Ritual Bubuka yang menampilkan seni pertunjukan khas Sunda, termasuk adu pantun yang sarat pesan moral.
Tahapan berikutnya dikenal sebagai Balik Taun Rendangan, yaitu momen pertemuan para pimpinan kelompok adat (Rendangan) untuk menyampaikan laporan kegiatan kepada pimpinan adat tertinggi (Abah) di Imah Gede. Forum ini menjadi ruang komunikasi sakral antar unsur masyarakat adat.
Ada pula Ngareremokeun, yakni prosesi khusus untuk menghormati Nyi Pohaci, sosok yang dianggap sebagai dewi kesuburan. Dalam prosesi ini, para sesepuh berjalan berbaris sambil melantunkan pujian-pujian tentang kehidupan dan alam. Sebagai penutup, padi disimpan kembali ke lumbung utama sebagai tanda dimulainya musim tanam yang baru.
Selain prosesi adat sebagai acara utama, perayaan Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang turut diramaikan dengan beragam pertunjukan budaya sebagai rangkaian side event. Sejumlah kesenian tradisional seperti tari jaipong, wayang golek, musik band lokal, hingga atraksi Lais ditampilkan untuk menghibur pengunjung.
Kirab budaya juga menjadi daya tarik tersendiri dengan melibatkan pelajar dari jenjang SD hingga SMA serta kelompok pemuda setempat. Diperkirakan lebih dari 2.000 peserta dan penonton ambil bagian dalam meriahnya parade budaya yang digelar sepanjang jalur kampung adat.
Seren Taun di Kasepuhan Cisungsang kini menjadi bagian dari Kharisma Event Nusantara (KEN), program nasional yang mendorong promosi pariwisata berbasis budaya. Melalui kegiatan ini, potensi daerah diperkenalkan secara luas lewat pengalaman budaya langsung. Selain promosi budaya, event ini juga membuka ruang bagi pelaku usaha lokal untuk berkembang.
Selama berlangsungnya acara, tersedia lebih dari 20 booth UMKM dari Kasepuhan Cisungsang, masyarakat Baduy, dan warga sekitarnya. Mereka menjajakan produk unggulan seperti anyaman bambu, kain tenun, dan kuliner khas Banten. Keberadaan stand-stand ini menjadi daya tarik tambahan sekaligus peluang ekonomi bagi masyarakat adat dan pelaku ekonomi kreatif.
Editor : Imam Rachmawan