Menapaki Jejak Sejarah Lebak: 7 Destinasi Bersejarah yang Wajib Dikunjungi Tahun Ini
LEBAK, iNewsLebak.id – Kabupaten Lebak tidak hanya dikenal karena panorama alamnya yang hijau dan budaya adat Baduy yang masih lestari, tetapi juga karena kekayaan sejarah yang menyimpan kisah panjang tentang peradaban dan perjuangan masyarakatnya.
Dari peninggalan zaman megalitikum hingga jejak kolonial Belanda, Lebak menjadi rumah bagi beragam situs bersejarah yang mencerminkan perjalanan waktu di tanah Banten bagian selatan ini.
Tahun 2025 menjadi momentum tepat untuk menelusuri kembali sejarah tersebut, sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan leluhur.
Berikut 7 rekomendasi destinasi bersejarah di Lebak:
Museum Multatuli yang terletak di pusat Kota Rangkasbitung merupakan destinasi sejarah paling ikonik di Kabupaten Lebak. Bangunan ini diresmikan pada 11 Februari 2018 oleh Bupati Lebak dan menjadi simbol perjuangan rakyat melawan kolonialisme Belanda. Museum ini menampilkan berbagai koleksi yang berkaitan dengan kisah Eduard Douwes Dekker atau Multatuli, seorang asisten residen yang kemudian menulis novel legendaris Max Havelaar (1860).
Di dalam museum, pengunjung dapat menemukan arsip, foto, naskah, hingga benda peninggalan yang menggambarkan kesenjangan sosial dan eksploitasi yang terjadi pada masa penjajahan. Tidak hanya memamerkan sejarah kolonial, museum ini juga dilengkapi dengan ruang interaktif digital yang menarik bagi generasi muda. Lokasinya yang strategis dan tiket masuk yang terjangkau membuat Museum Multatuli menjadi destinasi wajib bagi pelajar, peneliti, hingga wisatawan umum yang ingin memahami perjalanan sosial masyarakat Lebak di masa lampau.
Menara Air Rangkasbitung berdiri megah di tengah kota, menjadi saksi bisu perkembangan Lebak sejak masa Hindia Belanda. Bangunan ini didirikan pada tahun 1931 sebagai sistem distribusi air bersih pertama di wilayah Rangkasbitung. Dengan arsitektur bergaya Eropa klasik dan struktur besi yang masih kokoh, menara ini kini menjadi salah satu ikon heritage yang menarik perhatian warga maupun wisatawan.
Walau tidak lagi difungsikan sebagai fasilitas air sejak tahun 1970-an, Menara Air tetap terawat dan menjadi titik favorit para fotografer sejarah dan pegiat komunitas arsitektur. Dinas Pariwisata setempat juga berencana mengembangkan kawasan sekitar menara sebagai ruang publik dan lokasi wisata edukatif. Bagi masyarakat Lebak, menara ini bukan sekadar bangunan tua, tetapi penanda kemajuan teknologi dan tata kota yang pernah berjaya pada masanya.
Masih di wilayah Rangkasbitung, berdiri Rumah Dinas Multatuli yang dulunya merupakan tempat tinggal Eduard Douwes Dekker ketika menjabat sebagai asisten residen Lebak. Rumah ini terletak di belakang RSUD Dr. Adjidarmo dan masih mempertahankan sebagian besar bentuk arsitektur aslinya yang bergaya kolonial. Meski kini kondisinya sudah mulai rapuh, bangunan ini tetap menjadi magnet bagi wisatawan yang ingin melihat langsung tempat di mana ide-ide keadilan sosial lahir dan kemudian mengguncang dunia lewat karya sastra.
Beberapa komunitas literasi dan pegiat sejarah lokal menjadikan rumah ini sebagai titik awal tur sejarah bertema “Jejak Multatuli di Lebak.” Melalui program tersebut, pengunjung diajak menelusuri kisah nyata di balik novel Max Havelaar dan mengenal perjuangan rakyat Banten Selatan dalam menghadapi sistem tanam paksa. Tempat ini menyimpan nilai edukatif tinggi dan diharapkan dapat dipugar sepenuhnya agar menjadi pusat pembelajaran sejarah kolonial yang representatif.
Berpindah ke kawasan Lebak bagian timur, terdapat Situs Lebak Kosala atau dikenal juga sebagai Lebak Sangka. Situs ini merupakan peninggalan budaya megalitikum yang berusia ribuan tahun. Di area ini ditemukan punden berundak, menhir, serta struktur batu besar yang tersusun secara rapi menandakan sistem kepercayaan dan kehidupan masyarakat prasejarah yang telah maju pada masanya.
Situs Lebak Kosala menjadi bukti bahwa wilayah Lebak telah dihuni jauh sebelum era kerajaan-kerajaan Nusantara. Para arkeolog menilai situs ini memiliki kesamaan dengan peninggalan megalitikum di Pangguyangan dan Cipaku, yang menandakan adanya jaringan budaya prasejarah di wilayah Banten. Pemerintah daerah kini mulai memperkuat upaya pelestarian dengan memasang pagar pelindung dan papan informasi agar pengunjung dapat memahami konteks sejarah tanpa merusak situs aslinya.
Situs Lebak Sibedug terletak di kawasan Citorek, Kecamatan Cibeber, yang juga dikenal sebagai daerah penyangga kawasan adat Baduy. Tempat ini menyimpan batu besar menyerupai gendang (bedug) yang dipercaya memiliki makna spiritual dan digunakan dalam ritual keagamaan kuno. Struktur batu-batu besar yang disusun melingkar di sekitar situs menjadi bukti bahwa kawasan ini dahulu merupakan pusat aktivitas sosial-religi masyarakat megalitikum.
Selain menjadi objek penelitian arkeologi, Situs Sibedug kini juga menarik wisatawan yang tertarik dengan wisata budaya dan spiritual. Suasana alamnya yang tenang dan dikelilingi hutan menjadikan perjalanan ke lokasi ini seperti menembus waktu. Warga setempat pun menjaga situs ini dengan penuh hormat, menjadikannya bagian dari identitas lokal yang masih hidup di tengah modernitas.
Situs Parigi Lebak Binong berada di Kecamatan Malingping dan dikenal sebagai salah satu bukti kuat keberadaan peradaban awal manusia di wilayah Lebak. Di tempat ini ditemukan batu andesit besar, struktur makam kuno, dan berbagai artefak batu yang menunjukkan aktivitas kehidupan masa prasejarah. Walaupun sebagian area telah tertutup vegetasi, bentuk-bentuk peninggalan masih dapat dikenali dengan jelas.
Situs ini sering menjadi lokasi studi bagi mahasiswa arkeologi dan sejarah, sekaligus destinasi bagi wisatawan yang ingin melihat langsung bukti nyata kehidupan masa lalu. Masyarakat sekitar turut berperan menjaga kebersihan dan kelestarian situs sebagai wujud kebanggaan terhadap warisan nenek moyang. Keberadaan Situs Parigi Lebak Binong menambah daftar panjang situs purbakala yang memperkaya khazanah sejarah Banten.
Di wilayah selatan Lebak, tepatnya di Kecamatan Bayah, terdapat destinasi bersejarah sekaligus penuh misteri: Goa Siluman. Goa ini dipercaya menyimpan cerita panjang sejak masa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang. Dinding goa yang kokoh dan lorong-lorongnya yang berliku diyakini pernah dijadikan tempat persembunyian, pertahanan, hingga jalur logistik pada masa perang.
Selain nilai sejarahnya, Goa Siluman menawarkan keindahan alami dengan stalaktit dan stalagmit yang terbentuk alami selama ratusan tahun. Pengunjung yang datang biasanya membawa penerangan sederhana dan dipandu warga sekitar karena jalurnya cukup gelap dan licin. Banyak yang menganggap kunjungan ke Goa Siluman bukan sekadar wisata petualangan, tetapi juga perjalanan untuk memahami sisi lain dari perjuangan manusia dalam menghadapi masa-masa kelam sejarah.
Editor : Imam Rachmawan