5 Hewan Endemik Taman Nasional Tesso Nilo, Harus Dilestarikan!
Lebak, iNewsLebak.id — Taman Nasional Tesso Nilo adalah kawasan konservasi yang berada di Kawasan Pelalawan, Provinsi Riau. Dengan luas sekitar 83.068 hektare, taman nasional ini memiliki keragaman bentang alam berupa hutan tropis dataran rendah, semak belukar, padang rumput, sungai, serta kawasan berbatu.
Lanskap ekologis yang kaya tersebut menjadikan Tesso Nilo habitat penting bagi sejumlah satwa endemik Sumatra yang kini populasinya terus tertekan.
Kawasan ini termasuk salah satu benteng terakhir bagi keberlangsungan hidup mamalia besar Sumatra, seperti gajah dan harimau sumatra. Selain itu, taman nasional ini juga menjadi ruang hidup bagi predator arboreal hingga primata yang menguasai kanopi hutan.
Berikut lima satwa endemik unggulan di Tesso Nilo beserta fakta ilmiah yang melatarinya.
Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu-satunya subspesies harimau yang masih bertahan di Indonesia. Saat ini statusnya berada pada kategori critically endangered, dengan estimasi populasi sekitar 600 individu di alam liar. Di ekosistem Tesso Nilo, harimau sumatra berperan sebagai predator puncak yang menjaga keseimbangan rantai makanan.
Sebagai satwa yang dilindungi, segala bentuk perburuan, penangkapan, atau perdagangan terhadap harimau sumatra dilarang oleh aturan konservasi Indonesia. Spesies ini memiliki ukuran tubuh lebih kecil dibanding subspesies harimau lain, dengan panjang maksimal sekitar 2,3 meter dan bobot antara 100–140 kilogram. Wilayah jelajahnya mencakup hutan lebat hingga dataran tinggi, yang menunjukkan tingkat adaptasi habitat cukup luas, meski terancam fragmentasi dan gangguan manusia.
Gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) juga berada dalam status endangered. Estimasi terkini menunjukkan populasi yang tersisa di alam liar berada di kisaran 2.400–2.800 individu. Di Tesso Nilo, gajah sumatra menjadi salah satu mamalia darat terbesar dengan panjang tubuh dapat mencapai 6 meter, tinggi hingga 2,7 meter, dan bobot maksimum sekitar 5 ton.
Gajah sumatra memiliki ketergantungan tinggi pada habitat hutan tropis lembap yang menyediakan pasokan air dan pakan alami secara konstan. Interaksi gajah dengan manusia di Tesso Nilo sering terjadi, terutama dalam konteks patroli dan penanganan konflik satwa. Namun, kondisi ini juga menuntut pengelolaan ketat agar perjumpaan manusia dan gajah tidak memperburuk tekanan terhadap populasi mereka.
Macan dahan sunda (Neofelis diardi) adalah kucing predator endemik Sumatra dan Kalimantan yang bersifat arboreal. Kemampuan kamuflase mengandalkan corak tutul di tubuh kecokelatan, ditopang oleh morfologi tubuh ramping, cakar tajam, serta ekor panjang yang memberikan stabilitas saat bergerak di pepohonan.
Spesies ini termasuk satwa yang dilindungi dan sulit dipantau secara rutin karena sifatnya yang pemalu dan kemampuan persembunyian yang baik. Survei populasi di alam liar menghadapi tantangan teknis, sementara ancaman terbesar bagi keberlangsungan macan dahan sunda berasal dari perburuan liar dan kerusakan habitat akibat alih fungsi lahan.
Kucing kuwuk sunda (Prionailurus javanensis sumatranus) adalah subspesies kucing liar berukuran sedang yang aktif pada malam hari. Panjang tubuhnya dapat mencapai 66 centimeter dengan bobot maksimal sekitar 3,8 kilogram. Kucing kuwuk sunda memiliki kemampuan memanjat yang baik dan menyandang peran sebagai predator penting bagi stabilisasi populasi satwa kecil.
Dalam rantai makanan, ia memangsa ikan, unggas, serangga, reptil kecil, hingga amfibi. Sama seperti kucing predator lainnya di Tesso Nilo, spesies ini dilindungi, namun tetap menghadapi ancaman ganda berupa perburuan ilegal dan degradasi habitat.
Owa ungko (Hylobates agilis) adalah primata arboreal yang sangat tergantung pada ekosistem kanopi hutan. Ia bergerak dengan teknik brachiation, yakni melompat dan bergelantungan dari cabang ke cabang menggunakan lengan yang panjang. Pola makan utamanya adalah buah-buahan, tetapi juga mencakup daun muda, bunga, serta serangga.
Owa ungko dikenal sebagai salah satu penanda bioakustik hutan dengan suara panggilan yang dapat terdengar dari jarak jauh. Secara fisik, tubuhnya didominasi warna hitam dengan alis dan pipi berwarna putih. Spesies ini dilindungi, namun penurunan populasi terus terjadi akibat hilangnya ruang hidup dan pembukaan tutupan hutan.
Editor : Imam Rachmawan