Apindo Lebak Soroti Risiko Pemindahan Usaha Imbas Usulan Kenaikan UMK
LEBAK, iNewsLebak.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Lebak, Banten, menyoroti rencana kebijakan kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di kisaran 8 hingga 10,5 persen akan memengaruhi dan memberikan tekanan terhadap keberlangsungan dunia usaha. Hal tersebut juga dikhawatirkan akan mengubah arah operasional perusahaan yang ada di wilayah Lebak ke daerah yang memiliki UMK lebih rendah.
Membenarkan pernyataan tersebut, Bendahara Apindo Lebak, Aceh Sumirsa Ali, menjelaskan bahwa umumnya perusahaan yang ada di Lebak merupakan sektor ritel dan pergudangan yang bersifat fleksibel, sehingga dapat dengan mudah dipindahkan ke daerah lain.
“Hanya sebagian kecil saja yang beroperasi di industri manufaktur dan sektor jasa. Sementara pergudangan bersifat fleksibel, pemilik usaha dapat dengan mudah memindahkannya ke daerah lain kalau beban operasionalnya meningkat,” kata Aceh, Senin (15/12).
Ia turut menyoroti banyak daerah di Pulau Jawa masih menetapkan upah minimum yang relatif rendah dibanding Lebak, sehingga menjadi pertimbangan utama bagi para pengusaha dalam menentukan lokasi penempatan usaha yang dijalankan.
Dengan jumlah industri yang terbatas, Lebak bisa menanggung akibat yang sangat fatal. Sebagai gambaran, Aceh menyebutkan contoh kasus hengkangnya beberapa industri di Cikande, Serang, akibat tingginya upah minimum.
“Industri kita sedikit, dampaknya akan jauh lebih berat. Ada di daerah lain yang upah minimumnya sampai 50 persen lebih rendah dari kita,” jelasnya.
Di sisi lain, kalangan buruh mendorong adanya kenaikan upah menjelang penetapan UMK tahun 2026. Dengan UMK Kabupaten Lebak tahun 2025 sebesar Rp3.176.384, Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Lebak meminta pemerintah agar menyetujui kenaikan upah hingga 10,5 persen.
Ketua SPN Lebak, Sidik Uen, berkata bahwa usulan dan dorongan tersebut merupakan hasil dari diskusi akademik yang dilakukan bersama dengan teman-teman buruh.
“Kenaikan itu berdasarkan hasil kajian akademik teman-teman buruh,” katanya.
Sementara, Aceh menegaskan bahwa kenaikan upah semata tidak serta-merta menjamin peningkatan kesejahteraan buruh. Sebaliknya, inflasi secara berkelanjutan justru menggerus manfaat kenaikan gaji dan tidak berdampak signifikan terhadap daya beli pekerja.
Ia menilai jika inflasi tidak diatasi dengan baik, maka kehidupan buruh tidak bisa sejahtera dengan sebesar apapun gaji yang diterima. Sebab, kenaikan upah selalu diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan.
“Pemerintah sangat dibutuhkan dalam upaya menekan laju inflasi dan menjaga stabilitas harga,” tutupnya.
Editor : Imam Rachmawan