get app
inews
Aa Text
Read Next : Ucok Abdul Rauf Damenta Dilantik Menjadi Pj Gubernur Banten

Wacana Pilkada Dipilih DPRD, Pengamat : Pesta Demokrasi Penggerak Roda Ekonomi

Senin, 16 Desember 2024 | 21:21 WIB
header img
Ocit Abdurrosyid Siddiq / foto: istimewa

Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq

LEBAK, iNewsLebak.id - Karena Indonesia menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahannya, maka konsekuensi dari sistem itu memposisikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Wujudnya dalam bentuk pesta demokrasi berupa Pemilu dan Pilkada. Juga Pilkades.

Pemilu digelar untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden, serta untuk memilih wakil rakyat, baik DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten dan Kota. Sementara Pilkada untuk memilih calon Kepala Daerah, yaitu Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Karena pesta demokrasi ini melibatkan rakyat, maka tak pelak menghajatkan biaya yang tidak sedikit. Biaya itu, baik yang ditanggung oleh pemerintah maupun yang ditanggung oleh peserta pesta demokrasi. Dalam hal ini adalah partai politik, calon wakil rakyat, serta pasangan calon Kepala Daerah.

Dalam acara HUT Partai Golkar pekan lalu, Presiden RI Prabowo melontarkan wacana bahwa biaya Pilkada begitu mahal. Karenanya dia mengusulkan untuk pemilihan calon Kepala Daerah dikembalikan lagi kepada DPRD. Artinya, yang memilih Kepala Daerah cukup hanya para wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD.

Untuk menggelar Pilkada secara langsung yang dipilih oleh rakyat memang membutuhkan biaya yang sangat besar. Di Banten saja, untuk menggelar Pilgub dan Pilbup serta Pilwalkot pada Pilkada Serentak 2024 ini, tidak kurang dari 1,2 T dana pemerintah daerah yang digelontorkan. Itu baru untuk KPU dan Bawaslu. Belum untuk instansi lain. Seperti untuk biaya pengamanan.

Apalagi bila diakumulasi biaya Pilkada serentak se Indonesia. Pastinya pembiayaan untuk itu amat sangat besar. Dari aspek ini, maka ada benarnya bila Presiden RI Prabowo menyatakan bahwa penyelenggaraan Pilkada untuk memilih calon Kepala Daerah itu begitu mahal.

Itu baru biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara biaya yang dikeluarkan oleh peserta Pilkada juga tidak kecil. Apalagi bila diwarnai oleh praktik politik uang. Biaya untuk perhelatan ini semakin besar.

Namun perlu diingat bahwa dengan adanya perhelatan Pilkada yang dilakukan secara langsung ini, juga berdampak terhadap pergerakan ekonomi masyarakat. Ada begitu banyak masyarakat memiliki peluang untuk mendapatkan penghasilan dari penyelenggaraan pesta demokrasi ini.

Biaya yang begitu mahal untuk menggelar Pilkada juga sebanding dengan peluang masyarakat dalam mendapatkan penghasilan. Mereka mulai dari pelaku UMKM hingga perusahaan besar yang melibatkan banyak tenaga kerja.

Hajat Pilkada dengan sistem langsung dipilih oleh rakyat bisa menggerakkan roda ekonomi, sekaligus menjadi media bagi begitu banyak orang untuk mendapatkan penghasilan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Partai politik memulainya dengan agenda pendaftaran bakal calon yang akan mereka usung sebagai pasangan calon. Tahapan ini saja sudah banyak melibatkan banyak pihak yang diuntungkan secara ekonomi. Misalnya orang-orang yang bergerak dalam dunia survey.

Ada begitu banyak orang terlibat dalam melakukan survey. Mereka mendapatkan job untuk melakukan penjajakan kepada masyarakat. Untuk kepentingan publikasi, mereka bekerja sama dengan pihak media. Perusahaan media mendapatkan penghasilan dari pasang iklan.

Para bakal calon yang pada umumnya memiliki sumber daya berlimpah melakukan beragam cara untuk pembentukan opini publik sebagai daya desak bagi partai politik untuk mengusungnya. Untuk keperluan itu, mereka menggelontorkan biaya yang tidak sedikit.

Dana itu digunakan untuk mencetak alat sosialisasi dirinya kepada masyarakat. Mereka mencetak ribuan baliho, spanduk, umbul-umbul, dan beragam media lainnya. Perusahaan percetakan mendapat job yang dikerjakan oleh puluhan bahkan ratusan pekerjanya.

Para pekerja percetakan mendapatkan penghasilan yang mereka gunakan untuk keperluan keluarga masing-masing. Selebihnya mereka gunakan untuk kepentingan lain. Misalnya menabung di bank. Pihak bank mendapatkan tambahan customer.

Selain digunakan untuk kepentingan bulanan dan ditabungkan, bisa jadi ada sebagian dari pendapatannya untuk membeli kendaraan. Pihak dealer diuntungkan dengan penjualan yang meningkat. Pegawai dealer pun mendapatkan berkahnya.

Pada tahapan ini, banyak partai politik menggelar pertemuan dan rapat. Kegiatan itu dilakukan baik di kantor partai politik maupun di tempat lain, seperti di hotel. Biasanya dalam acara rapat atau pertemuan tidak lepas dari jamuan seperti snack dan konsumsi.

Snack dan konsumsi dalam setiap kali acara tersebut melibatkan usaha mikro, kecil, dan menengah. Bahkan order semacam ini bisa melibatkan ibu-ibu rumah-tangga. Gegara ada Pilkada, bahkan ibu rumah tangga sekalipun yang tidak ada keterkaitan langsung dengan Pilkada mendapatkan berkahnya.

Tingkat penggunaan hotel-hotel selama masa tahapan ini cukup tinggi. Ketika penggunaan hotel begitu tinggi, pengelola hotel harus menyiapkan persediaan bahan makanan, mulai dari makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya.

Kebutuhan itu dipasok oleh para petani dan nelayan dari daerah. Bahkan para pengrajin pun ketiban pulung ketika mereka mendapatkan order untuk dijadikan buah tangan. Petani, nelayan, dan pengrajin mendapatkan berkah secara tidak langsung dari perhelatan Pilkada ini.

Tahapan kampanye yang banyak melibatkan berbagai pihak, merupakan masa-masa dimana transaksi begitu tinggi. Untuk keperluan mobilisasi masa datang ke lokasi kampanye, dibutuhkan kendaraan yang tidak sedikit. Baik kendaraan pribadi maupun kendaraan besar.

Perusahaan-perusahaan penyewaan kendaraan mendapatkan pesanan penggunaan armadanya. Puluhan bahkan ratusan sopir mendapatkan bonus dari orderan yang diterima perusahaan. Sopir-sopir dan keluarganya mendapatkan berkah secara tidak langsung dari Pilkada.

Sewa tenda, panggung, sound-system, pembawa acara, pengisi acara, juga ketiban berkah. Pemilik lokasi juga mendapatkan pemasukan dari biaya sewa lokasi. Perusahaan jasa catering meningkat pesanannya. Pedagang asongan, pak ogah, pengemis, hingga pengangguran pun mendapatkan berkahnya.

Berapa ratus milyar rupiah transaksi untuk pembuatan kaos, rompi, kerudung, dan lainnya yang digunakan pada saat kampanye  akbar. Berapa puluh bahkan ratus perusahaan konveksi yang mendapatkan pesanan. Berapa puluh ribu bahkan ratus ribu para pekerja konveksi yang juga terdampak penghasilan.

Ratusan ribu penyelenggara ad hoc seperti PPK, Panwascam, PPS, PKD, KPPS, dan PTPS, dilengkapi dengan alat tulis, topi, kaos, rompi, tanda pengenal, dan yang lainnya. Untuk belanja keperluan tersebut memang menggunakan uang dari negara.

Tapi berapa ratus bahkan ribu UMKM yang mempekerjakan ratusan ribu pekerja yang dilibatkan dalam pengerjaan pesanan tersebut. Berapa juta jiwa yang turut merasakan buah dari Pilkada yang digelar secara langsung ini?

Kesimpulannya, Pilkada yang digelar secara langsung dipilih oleh rakyat ini memang mahal. Tapi mahal dimaksud bukan dalam konteks pengeluaran dan sifatnya satu arah. Mahal dimaksud mesti dimaknai sebagai transaksi yang juga mendatangkan keuntungan banyak pihak.

Ada pengeluaran pembiayaan dari negara yang sangat besar bagi perhelatan Pilkada secara langsung. Namun itu menjadi pemantik bagi berputarnya  roda ekonomi di kalangan masyarakat. Ada begitu banyak pihak yang mendapatkan berkah dari pesta demokrasi ini. Dalam konteks ini Pilkada menjadi “pesta demokrasi” sesungguhnya.

Kontestasi Pilkada tidak akan menyedot biaya besar dari peserta atau pasangan calon Kepala Daerah, bila mereka taat mengikuti regulasi. Dalam hal ini misalnya tidak melakukan praktik politik uang. Praktik inilah yang sejatinya membuat perhelatan pesta demokrasi menjadi mahal. Dan lebih dari itu, membuat Pilkada tidak bermartabat.

Maka, agar penyelenggaraan Pilkada bisa efisien namun tetap demokratis, sebaiknya tetap digelar secara langsung dan dipilih oleh rakyat, dan dilakukan dengan cara jujur, diantaranya tidak melakukan praktik politik uang. Peserta Pilkada berkontestasi lewat gagasan dan program, bukan dengan uang.

Menerapkan sistem pemilihan Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD taruhannya terlalu besar, karena selain sistem ini merupakan buah perjuangan reformasi pada 1998 yang dilakukan hingga berdarah-darah, juga bisa mematikan roda ekonomi masyarakat.

Demokrasi sebenarnya itu adalah dengan cara memilih Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat. Bila pun ditemukan adanya beberapa kelemahan dan kekurangan, sebaiknya hanya pada bagian itu yang diperbaiki. Tidak frontal dengan mengganti sistem pemilihan menjadi dipilih oleh DPRD. Karena itu merupakan langkah mundur dalam demokrasi.

 

Tangerang, Senin, 16 Desember 2024.

Penulis adalah Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas), Anggota Bawaslu Provinsi Banten 2018-2023, Wasekjend X Pengurus Besar Mathlaul Anwar, Sekretaris Bidang Literasi ICMI Orwil Banten.

Editor : U Suryana

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut