LEBAK, iNewsLebak.id - Hasil floating 8 bidang lahan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Blok Sempur Tiga, Desa Sindangmulya, Kecamatan Maja, Kabupaten Lebak, Banten, yang disampaikan pejabat kantor ATR/BPN Kabupaten Lebak, Banten, dalam audienci dengan para pemilik, di ruang rapat ATR/BPN, Senin (3/7/2023), dinilai janggal, aneh dan mengambang.
Lahan tersebut dinyatakan diluar penlok (penetaan lokasi) proyek Waduk Karian. Para pemilik lahan menolak dan minta di floating ulang.
Kepala Kantor ATR/BPN Kabupaten Lebak, Aan Rosmana, menyatakan bahwa dari hasil floating Tim petugas ATR/BPN pada bulan Mei 2023 lalu ditegaskan, bahwa titik lokasi delapan SHM tersebut, berada diluar area genangan proyek Waduk Karian.
"Karena dari hasil floating ATR / BPN, delapan lokasi lahan bersertifikat itu di luar area genangan Waduk Karian, maka mohon maaf, Kami tidak bisa menindak lanjuti ke pihak Balai Besar Wilayah Sungai Ciujung, Ciliman, Cidurian (BBWSC3)," kata Aan Rosmana, yang baru menjabat Kepala Kantor ATR/BPN Lebak tiga minggu lalu.
Kakantah saat audeienci didampingi para pejabat ATR/BPN Lebak; Kasi Sengketa, Kasi pengukuran dan staf lainnya. Hadir dalam acara ini, Kepala Desa Sindang Mulya, Hj Nani Permana, Staf BBWSC3, para pemilik lahan, H. Edi Murpik, salah seorang kuasa para pemilik lahan, serta Tokoh Masyarakat.
Kuasa pemilik lahan, H. Edi Murpik, menanggapi pemaparan Kakantah ATR/BPN Lebak, Aan Rosmana, menilai hasil floating lahan tersebut aneh dan janggal.
Salah floating atau ada maksud tertentu? Tokoh Lebak ini pun kembali bertanya, sejak kapan ada perubahan Penlok (Penetapan Lokasi) areal genangan proyek nasional Waduk Karian, lahannya menjadi menyempit atau berkurang?
Delapan bidang lahan warga dengan status sertifikat hak milik (SHM) itu berada di Blok 41/42 atau Blok Sempur Tiga, Desa Sindangmulya, Kecamatan Maja.
Di blok Sempur Tiga sejak dimulainya proyek tahapan Waduk Karian dalam periode 2009-2023, sudah banyak masyarakat yang menerima konsinyasi (kompensasi) ketika ditangani melalui Pantia 9 dan ataupun setelah diberlakukannya penilaian harga melalui appraisal.
Sebagai dasar, lahan milik Saudara Badri dkk, di Blok Sempur Tiga yang seharusnya menerima konsinyasi pada Tahun 2019 dengan nilai Rp 3,6 miliar namun di "tunda" dan uangnya dititip di Pengadilan Negeri Rangkasbitung, karena di claim lahan tersebut milik HGU PTPN VIII (sebelumnya bernama PTPN XI). Padahal PTPN VIII secara hukum tidak memiliki sertifikat HGU di blok tersebut.
Lahan HGU yang diusahakan PTPN VIII sejak tahun 1983 adalah tercatat sebagai HGU PT. Linggasari dan sudah habis waktunya sejak tahun 2005. HGU tersebut belum diperpanjang dan Pemkab Lebak, tidak akan merekomendasi perpanjangan HGU tersebut karena sudah tidak sesuai dengan RUTR/RTRW Kabupaten Lebak.
"Kedelapan bidang SHM milik Sdr Pardi dkk seluas 6 hektar lebih dan lahan Sdr Badri dkk (status tanah garapan), itu berdekatan. Ini kan aneh dan janggal," tegas H. Edy Murpik.
Dikatakan H Edy Murpik, jika benar, diluar Penlok, kenapa konsinyasi tanah untuk Sdr Badri dkk senilai Rp4,5 miliar lebih, pembayarannya dititipkan di PN Rangkasbitung, ya karena dari hasil floating sebelumnya, sejumlah bidang lahan di lokasi tersebut, dipastikan masuk area genangan proyek waduk Karian. Jadi bagaimana mungkin hasil floating ATR/BPN yang dilakukan pada tanggal 24 Mei 2023, berbeda dengan hasil floating sebelumnya.
Penitipan uang konsinyasi di PN Rangkasbitung, dalam dua kali. Pertama BA Nomor: 2/Pdt.P.Kons/2019/PN.Rkb tanggal 24 Januari 2019, untuk atas nama Badri dkk sebesar Rp 3.673.054.000.- dan kedua tanggal 13 Mi 2019 an Rumnah dkk, senilai Rp 609 juta lebih.
Dikatakan H. Edy Murpik, carut marut persoalan pengadaan tanah untuk waduk karian, karena kurangnya keterbukaan para pejabat yang menangani proyek kepada warga yang lahannya terdampak. Pejabat di BBWSC3 yang paling susah saat ditemui apalagi hubungi melalui telphone. Begitupun dengan pejabat Kantor ATR.BPN Lebak, bersikap terutup ketika warga menanyakan persoalan waduk Karian.
"Jujur saja, sejak dimulai proyek waduk karian, baru kali ini warga diundang untuk berdialog di aula kantor BPN Lebak. Itupun setelah para jurnalis di Banten mengkritisi habis-habisan kinerja BPN Lebak yang lamban, khususnya terkait transparansi atas hasil floating tanah masyarakat di Desa Sindangmulya tersebut yang sudah berbulan-bulan tidak ada kejelasan. Saya dan warga sangat mengapresiasi adanya pertemuan ini," kata Edy Murpik.
Tokoh Lebak, H Edy Murpik, juga menyayangkan kepada Kepala BBWSC3, mengutus stafnya, Sdr Lulu, menghadiri audience tidak paham persoalan, tidak memahami tupoksi. Ditanya batas areal genangan dan pungsinya patok di Sempur Tiga, saya gak tahu, saya gak paham. Cuma jawab, "maaf saya staf baru", dan minta ijin keluar untuk komunikasi dengan pimpinannya.
"Ini juga terkesan pembiaran persoalan dan ketidakpedulian dari BBWSC3 dan Kementrian PUPR terhadap warga Lebak yang terdampak proyek waduk Karian. Proyek ini akan menenggelamkan 11 desa di 4 Kecamatan; Sajira, Maja, Cimarga dan Rangkasbitung," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kakantah ATR/BPN Lebak, Aan Rosmana, memutuskan untuk dilakukannya kembali floating ulang oleh pihak Tim ATR/BPN yang dilaksanakan pada hari ini Selasa (4/7/2023) sekitar jam 9.30 WIB, dengan titik kumpul di Kantor Desa Sindangmulya. "Laksanakan floating kembali, nanti akan kami sampaikan hasilnya," tegas Aan Rosmana.
Sementara, Mang Mutin dan Dulhalim pemilik lahan di Desa Sindangmulya, mengaku heran dengan hasil floating ATR/BPN Lebak, yang menyatakan jika lahan mereka berada diluar area genangan pembangunan Waduk Karian. Ia mengaku jika lahannya telah dipatok sebagai lahan yang masuk area genangan Waduk Karian.
"Saat saya berada di lahan milik kami. Saya sesekali bertanya pada pengawas dari pihak BBWSC3 Provinsi Banten, ini patok apa dan kenapa berada dilahan kami. Pihak balai itu, menyatakan, jika patok tersebut tanda lahan masuk area genangan. Jadi wajar kami meragukan hasil floating BPN saat ini," ujar keduanya.
Pernyataan Supardi (77 tahun) pemilik lahan SHM, menuturkan, bahwa ketika masih bertugas di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak tahun 1980/1981, merupakan salah satu tim DED Perencanaan pembangunan Waduk Karian (dulu namanya Bendungan Cikapas) bersama konsultan dari JICA.
"Soal pembangunan Waduk Karian, saya tahu persis karena terlibat sejak dalam perencanaan awal," kata Supardi.
Kepala Desa Sindangmulya, Hj Nani Permana, berharap agar pihak ATR / BPN Lebak, mau dan mampu menjelaskan secara transparan terkait hak atas lahan masyarakat di Desa binaannya tersebut.
"Kasus ini sudah berlangsung cukup lama dan seolah tanpa penyelesaian. Kami pemerintahan Desa Sindang Mulya berharap, agar apa yang menjadi hak masyarakat kami, sebelum bulan September harus terselesaikan dengan baik. Ini menjadi sebuah kewajiban bagi kami untuk mendampingi masyarakat kami, yang jelas-jelas memperjuangkan hak-haknya," tandasnya.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait