LEBAK, iNewsLebak.id - Penggunaan vape yang kian populer di kalangan anak muda menyimpan risiko kesehatan serius. Fakta dari Kementerian Kesehatan mengungkapkan bahwa rokok elektrik ini dapat mempengaruhi kesehatan tubuh.
Penggunaan rokok elektrik atau vape di Indonesia terus meningkat, khususnya di kalangan remaja dan anak muda. Berdasarkan data survei Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan, prevalensi pengguna vape naik dari 0,3% pada 2011 menjadi 3% pada 2021.
Vape merupakan suatu rokok elektronik, sedangkan vaping merupakan suatu aktivitas menghirup uap dari vape. Rokok elektrik atau Vape bekerja dengan memanaskan cairan yang biasanya mengandung nikotin, pelarut, dan perasa, sehingga menghasilkan uap yang kemudian dihirup penggunanya.
Persepsi dan Fakta Penggunaan Vape
Dilansir dari laman kemenkes, vaping dipandang sebagai pilihan yang lebih sehat daripada merokok tradisional. Ini disebabkan oleh pengurangan jumlah zat berbahaya yang biasa ditemukan dalam asap rokok konvensional.
Namun, persepsi ini seringkali menyesatkan. Faktanya, vaping juga menyimpan potensi bahaya yang tidak boleh diremehkan.
Pengaruh sosial dan tren vape sering dianggap sebagai simbol gaya hidup modern dan diterima dalam pergaulan sosial, terutama di kalangan remaja. Hal ini mendorong peningkatan penggunaannya meskipun risiko kesehatannya signifikan.
Bahan Kimia yang Terdapat di Vape
Vape mengandung berbagai bahan kimia berbahaya, salah satunya diacetyl, yang sering digunakan untuk memberikan rasa mentega pada uap. Zat ini diketahui dapat memicu penyakit serius pada paru-paru, seperti bronkiolitis obliterans atau "popcorn lung."
Selain itu, proses pemanasan cairan vape menghasilkan aldehida, termasuk formaldehida, yang bersifat karsinogenik atau dapat memicu penyakit kanker.
Meski kadar karsinogen dalam vape lebih rendah dibandingkan rokok konvensional, risiko kesehatan tetap mengancam, terutama dengan penggunaan jangka panjang.
Dampak Buruk Bagi Kesehatan
1. Kerusakan Paru-paru dan Ganguan Jantung
Penggunaan jangka panjangnya dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan, penyakit kardiovaskular, hingga kerusakan paru-paru.
Vaping berdampak buruk pada sistem kardiovaskular, dengan kandungan nikotin yang memicu peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, serta meningkatkan risiko gangguan jantung.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa vaping dapat memicu peradangan tubuh, memperburuk kondisi kesehatan jantung.
Menurut American Lungs Association, kandungan acrolein di dalam vape umumnya digunakan untuk membunuh gulma dan dapat menyebabkan asma, cedera paru-paru akut serta Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
2. Gangguan Pernafasan
Sistem pernapasan pun tak luput dari dampaknya. Meski tidak menghasilkan tar seperti rokok konvensional, uap vape dapat menyebabkan iritasi, peradangan, dan menurunkan fungsi paru-paru.
Selain itu, vitamin E asetat yang terdapat dalam vape juga diyakini sebagai pemicu kerusakan paru-paru atau disebut juga dengan EVALI (e-cigarette or vaping product use-associated lung injury). Kondisi ini ditandai dengan nyeri dada, sesak napas, dan dapat berujung pada gagal napas.
3. Mempengaruhi Perkembangan Otak
Vape juga dapat memengaruhi perkembangan otak permanen bagi remaja dan dewasa muda, terutama yang berusia di bawah 25 tahun. Hal tersebut terjadi karena terdapat nikotin zat adiktif yang dapat menimbulkan rasa ketergantungan, serta mempengaruhi suasana hati, pengendalian diri dan konsentrasi.
Pengguna yang ketergantungan nikotin mungkin mengalami gejala penarikan saat tidak vaping, termasuk kecemasan, iritabilitas, hingga kesulitan konsentrasi.
Upaya Mengatasi Ketergantungan Vape
1. Meningkatkan Kesadaran Akan Bahaya
Dengan mengetahui resiko kesehatan yang ditimbulkan oleh vape, seperti gangguan paru-paru, dan penyakit jantung. Dapat memotivasi untuk mengurangi.
2. Mengurangi Penggunaan Secara Bertahap
Mengurangi intensitas vaping secara perlahan membantu tubuh beradaptasi dan menurunkan ketergantungan nikotin.
3. Mencari Dukungan Sosial
Dukungan dari keluarga, teman, atau komunitas anti-vape membantu memberikan dorongan emosional dan motivasi. Hindari situasi, lingkungan, atau kelompok yang mendorong kebiasaan vaping. Fokus pada aktivitas positif seperti olahraga, seni, atau membaca.
4. Konsultasi dengan Profesional Kesehatan
Berkonsultasi dengan dokter atau psikolog untuk mendapatkan panduan berhenti vaping. Terapi perilaku atau nikotin pengganti (seperti permen karet nikotin) dapat menjadi solusi. Kemenkes juga membuka layanan Quitline untuk masyarakat yang membutuhkan konseling untuk berhenti merokok.
Editor : Imam Rachmawan
Artikel Terkait