LEBAK, iNewsLebak.id - Seorang siswi SMA Negeri 1 Cijaku, Lebak, Banten harus berhenti sekolah lantaran menikah dengan seorang guru PPPK dua bulan jelang Ujian Nasional (UN).
S (18) warga Kecamatan Cigemblong diduga hamil diluar nikah akibat memadu kasih dengan gurunya sendiri berinisial A. S kini putus sekolah dan mengandung jabang bayi berusia 7 bulan.
Unit PPA Polres Lebak bersama UPTD PPA telah berkunjung ke kediaman S guna melakukan pendalaman serta psikologi klinis. Dinas juga mengecek kondisi S dan kandungannya.
Walau diterangkan oleh S dan A bahwa hubungan itu atas dasar suka sama suka, tapi ini menambah rentetan preseden buruk yang terjadi di dunia pendidikan di Kabupaten Lebak.
Ketua Dewan Pedidikan Provinsi Banten Prof. Dr. Yudi Juniardi,M.Pd. mengaku miris dengan adanya kejadian ini. Ia meminta ada tindakan tegas kepada guru yang bersangkutan dan pendampingan korban jadi hal yang mendesak.
Berikut ini tanggapan dan rekomendasi dari Dewan Pendidikan Provinsi Banten :
Tanggapan Dewan Pendidikan Provinsi Banten
Menindaklanjuti tragedi memilukan yang terjadi di salah satu SMA Negeri di Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, di mana seorang guru diduga melakukan pelecehan seksual hingga menghamili siswi, serta merespons sorotan media dan keresahan masyarakat terhadap belum tampaknya langkah nyata dari berbagai pihak, Dewan Pendidikan Provinsi Banten menyampaikan sikap dan rekomendasi berikut:
Pertama, apabila peristiwa ini terbukti benar-benar terjadi, Dewan Pendidikan merekomendasikan agar Dinas Pendidikan segera menonaktifkan guru yang bersangkutan dan memberikan sanksi administratif serta hukum sesuai ketentuan yang berlaku guna menjamin keadilan dan memberikan efek jera. sebaiknya oknum ini diberhentikan dengan tidak hormat, agar tidak ada lagi korban berikutnya.
Kedua, kasus ini harus segera dilaporkan kepada aparat penegak hukum untuk diproses sebagai tindak pidana, mengingat perbuatan tersebut merupakan kekerasan seksual serius terhadap peserta didik.
Ketiga, korban yang mengalami trauma mendalam harus mendapatkan pendampingan psikologis dan bantuan hukum yang memadai, yang dapat difasilitasi oleh pihak sekolah, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta instansi terkait lainnya.
Keempat, pihak sekolah diminta menunjukkan sikap terbuka, empati, dan tanggung jawab moral dengan memberikan klarifikasi resmi serta permintaan maaf kepada korban dan keluarganya.
Kelima, Dinas Pendidikan harus mengevaluasi kepala sekolah, karena lalai menjaga kemanan lingkungan peserta didik, sehingga peristiwa ini terjadi.
Sebagai langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang kembali, Dewan Pendidikan meminta agar setiap sekolah segera membentuk Satuan Tugas Perlindungan Anak yang terdiri dari unsur sekolah, orang tua, psikolog, dan pihak independen.
Selain itu, program edukasi dan sosialisasi mengenai kekerasan seksual, batasan relasi guru-siswa, serta saluran pelaporan harus diselenggarakan secara berkala. Sekolah juga diwajibkan menyediakan mekanisme pengaduan yang mudah diakses, rahasia, dan aman bagi siswa.
Pernyataan ini disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan komitmen untuk membangun sistem pendidikan yang aman, beradab, dan melindungi seluruh peserta didik dari berbagai bentuk kekerasan.
Dewan Pendidikan berharap semua pihak, terutama pihak sekolah, Dinas Pendidikan, dan aparat hukum, segera mengambil tindakan nyata untuk melindungi para siswa yang tengah menuntut ilmu serta menegakkan keadilan bagi korban.
Editor : Lazarus Sandy
Artikel Terkait