Oleh: Hida Nurhidayat, S.Pd., M.M
LEBAK, iNewsLebak.id - “Tangisan Perayaan Akhir Tahun di Satuan Pendidikan”. Kegiatan perayaan akhir tahun di sekolah biasanya diisi dengan beragam kegiatan-kegiatan edukatif, seperti pentas seni budaya, pentas kompetensi bakat anak, pertunjukan mental, festival berbagai kecerdasan anak, ekspos berbagai prestasi anak baik di tingkat sekolah, di tingkat gugus sekolah, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten dan tingkatan selanjutnya, termasuk ekspos kompetensi para gurunya dan juga do’a bersama sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas keberhasilan dan kemajuan sekolah. Biasanya di ujung acara ada sesi pembagian raport dan resepsi perpisahan kelas akhir.
Pastinya kita sering kali atau pernah menyaksikan betapa bahagianya anak-anak sekolah termasuk orang tuanya, ada juga tangis haru perpisahan antar teman dan dengan adik-adik kelasnya juga perpisahan dengan para gurunya. Hal ini pun selalu diapresiasi oleh para stake holder pendidikan khususnya di lingkungan sekitar sekolah.
Kegiatan tersebut merupakan pengejewantahan dari pengembangan Tujuan Pendidikan Nasional, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini mencakup pencapaian kecerdasan bangsa dan pembentukan karakter yang berakhlak mulia.
Selain itu kegiatan perayaan akhir tahun di sekolah itu merupakan pengembangan pendidikan yang berlandaskan pula pada filosofi Ki Hajar Dewantara, sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bertujuan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini selalu diinsersi pada setiap kurikulum pendidikan dari semenjak Indonesia Merdeka sampai sekarang.
Tetapi akhir-akhir ini perayaan akhir tahun di sekolah banyak disoal dengan berbagai alasan, ada yang mengatakan bahwa banyak orang tuas siswa yang keberatan dengan biaya iuran perayaan tersebut, tidak sedikit yang beranggapan bahwa kegiatan tersebut adalah keinginan para guru, ada juga yang berasumsi bahwa dengan adanya kegiatan perayaan itu ada indikasi pungutan liar (pungli) yang dilakukan pihak sekolah atau komite sekolah terhadap orang tua siswa.
Hal-hal seperti ini memang wajar di negara demokrasi, adanya kritik dan protes dari masyarakat bahkan dari lembaga-lembaga kontrol sosial yang tentunya punya landasan interprestasi tersendiri atas produk hukum baik secara subjektif maupun objektif. Tetapi pemikiran-pemikiran seperti itu alangkah baiknya dikaji dan dikomparasi atau dipertimbangkan secara rasional terlebih dahulu antara kebermanfaatan esensi, tujuan, dampak positif dari kegiatan edukatif dengan kemudharatan yang tergambar akan terjadi atau contoh kasuistik yang sudah terjadi.
Melihat kondisi ini pemerintah tentu harus mencari benang merah dengan amat pentingnya dibuat kebijakan yang rasional dan equlified, di satu sisi tidak harus membunuh esensi dari kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan yang telah didesain sedemikian rupa dalam program institusi pendidikan, di sisi lain pemerintah juga harus memperhatikan beban yang mesti ditanggung oleh orang tua siswa terkait dengan kegiatan kependidikan tersebut.
Pada akhirnya, contoh di Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak mengeluarkan surat edaran tentang kegiatan yang bersifat konvensional pada satuan pendidikan PAUD, SD dan SMP. Point penting dari surat edaran tersebut kaitan dengan kegiatan perpisahan, diantaranya:
Pelaksanaan kegiatan tidak bersifat wajib
Pelaksanaan kegiatan tidak memberatkan orang tua/wali siswa.
Pelaksanaan kegiatan tidak dilaksanakan di luar lingkungan sekolah.
Kemudian Kepala Dinas pendidikan Provinsi Banten mengeluarkan juga surat himbauan untuk SMA, SMK dan SKh, dengan nomor surat: 400.3/7454-Dindikbud/202, dan point penting yang berkaitan dengan kegiatan perpisahan dalam surat himbauan tersebut, bilamana memaksakan kegiatan perpisahan, diantaranya:
Satuan Pendidikan tidak melaksanakan kegiatan kenaikan kelas dan/atau perpisahan secara berlebihan.
Kegiatan perpisahan tidak diperkenankan melakukan pungutan-pungutan ke wali murid.
Kegiatan perpisahan menggunakan ruangan kelas yang ada atau di dalam lingkungan Satuan Pendidikan.
Dan baru-bari ini, pada tanggal 29 April 2025, dilansir dari media detikedu Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti memperbolehkan dilaksanakannya wisuda bagi siswa kelas akhir di tingkat PAUD, SD, SMP, dan SMA. Dengan catatan mendapat persetujuan orang tua dan tidak memberatkan.
Kalau disimpulkan dari kebijakan-kebijakan pemerintah di daerah sampai ke tingkat pusat, relevansinya dengan kegiatan perpisahan murid intinya pelaksanaan kegiatan dilaksanakan oleh satuan pendidikan, yakni tidak boleh berlebihan, dilakukan secara sederhana dan tidak memberatkan orang tua/wali murid.
Pandangan penulis juga sepakat bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah itu sangat berimbang, artinya tidak menghilangkan kegiatan perpisahan murid yang dianggap positif, tetapi juga tidak boleh berlebihan dan memberatkan beban orang tua/wali murid. Namun sebelum kebijakan ini muncul, banyak sekolah-sekolah yang memutuskan untuk tidak ada perayaan perpisahan, ada juga sekolah-sekolah yang para orang tuanya secara kolektif menginisiasi sendiri dan meminta pihak sekolah untuk melaksanakan perayaan perpisahan dan ada juga sekolah-sekolah yang hanya melaksanakan resepsi perpisahan kelas akhir saja.
Secara subjektif, penulis juga berpikir jika kegiatan perayaan akhir tahun di satuan pendidikan digagas dan diinisiasi oleh orang tua siswa sebab ingin membahagiakan anaknya, ingin anaknya memiliki kenangan yang dianggap bernilai, tentulah ini perlu diapresiasi. Dan penting juga kita mengubah mindset kita di masyarakat, bahwa satuan-satuan pendidikan itu dibuat oleh negara sebagai wadah untuk mencerdaskan anak bangsa, artinya dengan menjaga dan memajukan lembaga pendidikan merupakan sikap peduli dalam menjaga dan memajukan negara. Kaitan dengan hal ini, manakala masyarakat sebagai orang tua/wali murid memberikan kontribusi atau sumbangan, baik moril maupun materil untuk kegiatan-kegiatan positif di satuan pendidikan, jelas sikap seperti ini merupakan manifestasi bela negara dan telah tertanamnya jiwa pancasilais.
Oleh karena itu, kondisi yang terjadi beragam di satuan-satuan pendidikan terkait perayaan akhir tahun perlu juga sekali dibuat kebijakan lanjutan oleh pemerintah di tahun depan untuk adanya keajegan kegiatan-kegiatan kependidikan dan terhindarnya sikap ambiguitas penyelenggara di satuan-satuan pendidikan dan terfragmentasinya asumsi masyarakat.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 02 Mei 2025!
“Partisipasi Semesta Mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua.”
Penulis: Hida Nurhidayat, S.Pd., M.M, adalah Praktisi Pendidikan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten
Editor : U Suryana
Artikel Terkait