Mengapa Candi Borobudur Jadi Lokasi Utama Perayaan Waisak? Ini Fakta dan Sejarahnya

Aulianisa
Biksu Thudong melakukan ritual berjalan kaki. (Foto: MPI)

LEBAK, iNewsLebak.id - Perayaan Waisak di Candi Borobudur telah menjadi tradisi sakral yang dinantikan oleh umat Buddha dari seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia.

Setiap tahunnya, ribuan peziarah berkumpul di situs warisan dunia UNESCO ini untuk merayakan hari kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Sang Buddha Gautama.

Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang refleksi spiritual, penguatan nilai-nilai kedamaian, serta pelestarian budaya dan sejarah yang kaya di balik megahnya Candi Borobudur. Lalu, mengapa Borobudur yang dipilih sebagai lokasi utama perayaan ini?

Sejarah Perayaan Waisak di Borobudur

Borobudur bukanlah sekadar tumpukan batu. Candi Buddha terbesar di Indonesia ini dibangun pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi oleh Dinasti Sailendra, sebuah dinasti yang memiliki pengaruh besar pada masa itu.

Candi ini dirancang sebagai tempat pemujaan dan ziarah bagi umat Buddha, sebuah mandala raksasa yang menggambarkan perjalanan spiritual menuju pencerahan. Relief-relief yang terpahat di dinding candi menceritakan kisah-kisah Jataka, kehidupan Sang Buddha, dan ajaran-ajaran Dharma.

Namun, seiring berjalannya waktu, Borobudur sempat terlupakan dan tidak difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan. Baru pada awal abad ke-20, candi ini kembali menarik perhatian dan mulai dipugar.

Pada tahun 1929, Himpunan Teosofi Hindia Belanda, yang terdiri dari campuran orang Jawa ningrat dan Eropa, menginisiasi perayaan Waisak di Borobudur. Inilah titik awal dari tradisi yang kita kenal sekarang.

Kebangkitan Tradisi dan Makna Toleransi

Inisiatif Himpunan Teosofi Hindia Belanda ini menjadi sangat penting karena menandai kebangkitan kembali tradisi keagamaan Buddha di Borobudur. 
Setelah sempat terhenti karena perang dan pemugaran candi, tradisi ini kembali digelar secara rutin sejak tahun 1953. Perayaan waisak menjadi simbol toleransi, penghormatan antar umat beragama, serta pelestarian nilai spiritual dan budaya Buddha di Indonesia.
Di negara yang memiliki keberagaman agama dan budaya, perayaan Waisak di Borobudur menjadi pengingat akan pentingnya hidup berdampingan secara harmonis.

Ritual dan Simbolisme Perayaan Waisak


Puncak perayaan Waisak di Borobudur. (Foto: kemenag)
Waisak sendiri memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gautama: kelahiran (Buddha Jayanti), pencerahan (Buddha Purnima), dan wafatnya (Parinibbana). 
Di Borobudur, perayaan ini diwarnai dengan berbagai ritual yang memiliki makna mendalam. Dimulai dengan pengambilan air berkah dari Umbul Jumprit dan penyalaan obor Waisak dengan api abadi dari Mrapen, ritual ini melambangkan penyucian diri dan semangat untuk mencapai pencerahan.
Kirab dari Candi Mendut ke Borobudur, dengan membawa patung Buddha dan kitab suci, merupakan simbol perjalanan spiritual. Puja bakti pada detik-detik purnama siddhi menjadi puncak acara, di mana umat Buddha merenungkan ajaran-ajaran Buddha dan memanjatkan doa. Pelepasan ribuan lampion ke langit malam menjadi penutup yang indah, melambangkan pencerahan, harapan, dan pembebasan dari kegelapan batin.
Candi Borobudur menjadi lokasi utama perayaan Waisak bukan hanya karena keagungan sejarahnya sebagai pusat ajaran Buddha di Indonesia, tetapi juga karena nilai spiritual yang terkandung dalam candi, serta tradisi panjang yang telah terjalin sejak awal abad ke-20.
Perayaan Waisak di Borobudur tidak hanya memperingati momen sakral, tetapi juga memperkuat nilai toleransi, pelestarian budaya bangsa, dan daya tarik wisata Indonesia di mata dunia.
 


Editor : Imam Rachmawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network