Prosesi dilanjutkan dengan Salamat Beberes Ngueh, yaitu selamatan setelah pembuatan kue tradisional untuk perayaan puncak. Kemudian, ada Bubuka, sebuah ritual yang menghadirkan kesenian khas Sunda seperti pantun tradisional, musik, dan tarian.
Tak kalah penting, ada Balik Taun Rendangan, yaitu pertemuan kelompok masyarakat adat (Rendangan) dengan ketua adat (Abah) di Imah Gede. Dalam pertemuan ini, para ketua kelompok melaporkan hasil panen dan kondisi masyarakat sepanjang tahun. Ritual berikutnya adalah Ngareremokeun, persembahan pujian yang dilantunkan oleh para sesepuh untuk menghibur Nyi Pohaci.
Puncaknya, seluruh prosesi diakhiri dengan pemasukan padi ke lumbung sebagai tanda dimulainya siklus tanam yang baru. Simbol ini menegaskan bahwa kehidupan masyarakat Cisungsang berputar mengikuti irama alam, dengan padi sebagai pusatnya.
Magnet Wisata Budaya
Tak hanya menjadi ajang ritual, Seren Taun juga berhasil menarik perhatian wisatawan. Data panitia mencatat, setidaknya 2.288 orang terlibat sepanjang penyelenggaraan, baik sebagai pengunjung, pelaku UMKM, maupun elemen masyarakat adat. Kehadiran wisatawan dari luar daerah juga menambah semarak perayaan, menjadikan Seren Taun salah satu magnet wisata budaya di Banten.
Editor : Imam Rachmawan
Artikel Terkait