LEBAK, iNewsLebak.id – Puluhan kuli pasir di pesisir Lebak selatan mengeluh karena sepinya pekerjaan. Mahalnya biaya transportasi jadi penyebab utama pasir kering yang mereka proses tak segera bisa dikirim ke pemesan.
Tolib (35) salah seorang kuli pasir di Desa Ciparahu, Kecamatan Cihara, Lebak, sudah hampir seminggu ini tak lagi bisa mencukupi kebutuhan keluarga walau hanya sekedar membeli beras.
Ia dan puluhan pekerja lainnya biasanya berpenghasilan Rp30 ribu per hari, didapat dari upah menjemur pasir dan mengemas dalam karung. Untuk satu karung pasir yang sudah dijemur dan dikemas Tolib mendapat upah Rp1.000,-.
“Kalau normal sehari bisa dapat Rp30 ribu, tapi sudah beberapa hari ini nganggur. Bos modalnya terbatas jadi ga bisa belanja lagi karena biaya pengiriman juga mahal,” kata Tolib, Kamis (19/1/2023).
Padahal, kata Tolib, tujuan pengiriman pasir kering tersebut masih berada di wilayah Banten.
“Saya dengar pengiriman ke wilayah Cikande, Serang. Tapi kalau sewa truk sendiri biayanya mahal dan tidak nutup. Jadi nunggu truk kosong yang habis ngirim barang kesini,” jelasnya.
Walau menganggur, Tolib bersama puluhan pekerja lainnya tetap berada di pangkalan untuk berjaga jika sewaktu-waktu pasir datang.
“Mau di rumah saja anak-anak tetap harus makan dan jajan. Jadi tetap disini nunggu siapa tahu pasir datang,” tuturnya.
Diketahui, pasir pantai kering yang diproses di pesisir pantai di Lebak selatan digunakan sebagai campuran pembuatan hebel atau bata ringan.
Pasir yang diolah dan dikemas didapat dari penambang yang berada di Rancalele, Desa Sukajadi, Kecamatan Panggarangan.
Editor : Sofi Mahalali