Angka Kelahiran pada Remaja di Lebak Capai 29,8 Persen pada 2025

LEBAK, iNewsLebak.id - Tingginya angka kelahiran remaja di Kabupaten Lebak menunjukkan persoalan pernikahan dini masih mengakar. Data Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) mencatat, angka kelahiran remaja usia 15–19 tahun atau Age Specific Fertility Rate (ASFR) mencapai 29,8 persen pada 2025.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DP3AP2KB Lebak, Tuti Nurasiah, mengatakan angka ini dipengaruhi oleh praktik pernikahan usia muda yang masih marak terjadi.
“Banyak keluarga menikahkan anaknya di usia muda karena keterbatasan biaya dan beban hidup,” ujarnya, Minggu (29/9/2025).
Selain faktor ekonomi, Tuti menilai budaya lokal juga mendorong remaja menikah dini.
“Di Lebak, ketika anak sudah mulai bergaul dengan lawan jenis dan tidak lagi bersekolah, orang tua cenderung segera menikahkan. Itu masih jadi pola pikir yang kuat,” jelasnya.
Tuti menambahkan, minimnya edukasi tentang kesehatan reproduksi turut memperparah keadaan.
“Remaja seharusnya belum pada tahap usia yang ideal untuk melahirkan. Kurangnya pemahaman membuat mereka tidak mengetahui risiko pernikahan dini, baik dari sisi kesehatan, psikologis, maupun sosial,” katanya.
Dari sisi nasional, fenomena serupa tercatat oleh BKKBN bahwa ASFR pada remaja 15-19 tahun di Indonesia meningkat dari sekitar 20,49 per 1.000 wanita usia subur pada 2021 menjadi 26,64 per 1.000 pada 2022. Data ini menunjukkan bahwa masalah kehamilan usia remaja bukan hanya terjadi di Lebak, tetapi menjadi persoalan nasional yang perlu penanganan bersama.
Untuk menekan angka pernikahan dini, DP3AP2KB akan memperluas program edukasi, melibatkan sekolah, komunitas remaja, dan tokoh masyarakat.
“Kami ingin melindungi remaja dari risiko kehamilan dini dan memastikan mereka bisa menyelesaikan pendidikan lebih dulu,” tegas Tuti.
Untuk mengurangi angka ini, DP3AP2KB Lebak mengusulkan penguatan program edukasi di sekolah, komunitas remaja, dan melalui tokoh masyarakat. Mereka berharap agar remaja didorong untuk menunda pernikahan sampai usia yang lebih matang dan agar mereka dapat menyelesaikan pendidikan terlebih dahulu, sebagai salah satu cara memutus siklus pernikahan dini dan dampak negatifnya.
Editor : Imam Rachmawan