Mengenal Lebih Dalam Museum Multatuli, Jejak Sejarah di Rangkasbitung

LEBAK, iNewsLebak.id – Di tengah riuh kehidupan kota Rangkasbitung, berdiri kokoh museum sejarah dengan cerita perjuangan dan kemanusian. Terletak di Jalan Alun-alun Timur No. 8, Rangkasbitung, Lebak, Banten, Museum Multatuli bukan hanya ruang pamer seni dan cerita sejarah Indonesia, tetapi juga sebagai simbol penghormatan yang diberikan oleh masyarakat Lebak terhadap tokoh penting di balik novel Max Havelaar, Eduard Douwes Dekker, atau kerap dikenal sebagai Multatuli.
Gagasan pendirian Museum Multatuli direncanakan dari tahun 1990–an, tetapi perencanaan tersebut baru terealisasikan di tahun 2015. Sebelum akses museum dibuka sepenuhnya, di tahun 2016 delegasi pejabat dan guru Pemerintah Kabupaten Lebak, sempat berkunjung ke Belanda guna menjalin kerja sama dan komunikasi dengan Museum Multatuli Amsterdam serta Arsip Nasional Belanda.
Setahun berlalu, pada 2017 pembuatan storyline dan pengisian koleksi museum dimulai. Museum Multatuli Lebak diisi dengan film dokumenter, berbagai interior, serta patung interaktif Multatuli bersama tokoh legendaris Saidjah dan Adinda.
Pada 11 Februari 2018, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, bersama Bupati Lebak Hj. Iti Octavia Jayabaya, meresmikan Museum Multatuli.
Menariknya, bangunan yang kini berstatus sebagai cagar budaya sempat mengalami beberapa perubahan fungsi. Pertama kali didirikan pada tahun 1930 digunakan sebagai kantor kawadenan, lalu beralih menjadi kantor Markas Wilayah (Mawil) Hansip di tahun 1950, hingga menjadi kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten (BKD) Lebak.
Berikut detail sejarah yang bisa ditemukan di Museum Multatuli:
Patung Interaktif yang Menyambut Pengunjung
Begitu pengunjung melangkah ke area depan Museum, mereka akan disambut oleh tiga patung tembaga karya Dolorosa Sinaga. Terlihat patung Multatuli terlihat sedang duduk sambil membaca buku, sementara patung Saidjah berdiri tegak dengan ditemani Adinda yang sedang menatap rak buku. Eksistensi kedua tokoh tersebut hadir di dalam buku Max Havelaar.
Ruang Teater: Kisah Kolonialisme
Memasuki ruang teater, pengunjung akan diajak untuk menonton bagaimana asal mula diaroma kapal layar Eropa yang datang ke Indonesia dengan tujuan perdagangan. Lewat tampilan tersebut, pengunjung diberitahu bagaimana suasana masa kolonial hingga lahirnya tanam paksa di Banten.
Tanam Paksa dan Kopi Nusantara
Selanjutnya, pengunjung bisa melihat lebih detail gambaran tanam paksa lewat berbagai properti, khususnya dalam budidaya tanaman kopi. Di ruangan ini, pengunjung bisa melihat berbagai koleksi menarik, seperti biji kopi, alat penggiling dan penumbuk tradisional, hingga peta yang menunjukkan sebaran kopi di Nusantara pada masa itu.
Ketiga ruangan tersebut hanya sebagian kecil dari detail sejarah yang tergambarkan di Museum Multatuli. Masih banyak ruangan yang menyimpan kisah menarik dan edukatif mengenai perjalanan Indonesia, khususnya pada masa kolonial.
Bagi yang ingin berkunjung, Museum Multatuli buka di hari Selasa–Jumat pukul 08.00–16.00 WIB, dan Sabtu–Minggu pukul 09.00–15.00 WIB. Museum ini tutup pada hari Senin dan hari libur nasional. Tiket masuk dibanderol dengan harga mulai dari Rp2.000 untuk umum, Rp1.000 untuk pelajar, serta Rp15.000 bagi wisatawan mancanegara.
Editor : Imam Rachmawan