LEBAK, iNewsLebak.id - Anggota DPRD Kabupaten Lebak Musa Weliansyah menyoroti bantuan siswa Program Indonesia Pintar (PIP) yang rawan kebocoran di Kabupaten Lebak, Banten.
Kebocoran ini akibat kurangnya pengawasan di semua tingkatan sekolah dari mulai Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan tersebut mengaku mendapatkan banyak pengadian dari para orang tua siswa yang hanya menerima 40% bantuan tersebut dari operator dan kepala sekolah.
"Bahkan ada yang sama sekali tidak pernah menerima atau fiktif, padahal didalam data penerima namanya tercatat," ungkap Musa, Sabtu (15/7) pagi.
Banyaknya kebocoran diduga akibat Kartu Indonesia Pintar rata-rata dipegang oleh oknum operator atau Kepsek di masing-masing sekolah bukan oleh siswa atau wali murid penerima program.
"Adapun pencairan sistem kolektif seolah-olah siswa memberikan surat kuasa. Ini memiliki potensi kerawanan yang tinggi," tambah Musa.
Kebocoran bantuan tersebut diduga juga melibatkan pihak bank penyalur yang kurang teliti. Walaupun penerima kuasa membuat surat pertanggungjawaban mutlak (SPJM) namun harusnya pencairan secara kolektif dihindari.
"Harusnya on the spot, pihak bank datang ke sekolah, karena mayoritas pelaku penggelapan adalah yang mencairkan bantuan," papar Musa.
Bahkan, Musa menyebut ada kepala sekolah palsu yang membobol bantuan program Indonesia pintar milik 63 siswa SMK swasta di Kabupaten Lebak dengan modus membawa surat kuasa pencairan secara kolektif mengatas namakan kepala sekolah.
"Informasi yang saya dapat mencairkan bantuannya di salah satu Bank BUMN di Malingping padahal jaraknya sangat jauh dari lokasi sekolah, jelas ini janggal," tegasnya.
Selain menemukan bantuan PIP fiktif yang diduga digelapkan oknum operator dan kepala sekolah di semua tingkatan, Musa juga mengaku mendapatkan informasi bahwa adanya praktek 'belah semangka'.
"Antara pihak sekolah dengan oknum yang mengatas namakan utusan aspirator oknum anggota DPR RI. Sehingga siswa yang seharusnya menerima hanya gigit jari, kalau toh ada yang menerima tidak utuh rata-rata 40% dari nilai bantuan yang seharusnya diterima," lanjut Musa.
Praktek pungli di lingkungan sekolah dengan melibatkan siswa sangat miris karena secara tidak langsung siswa dididik tidak jujur atau mengetahui ketidak jujuran yang dilakukan oknum guru.
"Bahkan seolah-olah siswa harus mengetahui praktek pungli, ini sangat bahaya karena para pelajar adalah generasi penerus bangsa yang seharusnya tidak dilibatkan dalam lingkaran koruptif," kata Musa.
Menyikapi ini, Musa mengaku sudah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum baik di kepolisian, kejaksaan dan komisi pemberantasan korupsi KPK. Ia menyebut ada potensi kerugian negara hingga diatas Rp10 miliar dalam kasus ini di lingkup provinsi Banten.
"Harus ada perubahan sistem pengelolaan dan penyaluran jangan dibiarkan program ini jadi bancakan. Untuk bantuan tahun anggaran 2020, 2021, 2022 dan 2023 harus menjadi atensi khusus aparat penegak hukum dan segera dilakukan audit investigasi oleh BPK RI," pungkas Musa.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait