"Dimana PBNU itu secara intens kami berikan bahkan masuk di mata kuliah. Selain itu juga dalam tata kehidupan sehari-hari kita sampaikan untuk memahami bahwa berbangsa dan bernegara ini sudah kesepakatan bersama oleh para pendiri bangsa baik dari NU (Nahdlatul Ulama), Muhammadiyah, Al Washliyah, Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Mathlaul Anwar, TNI, Polri dan bahkan umat non Islam lainnya pada waktu itu," ujarnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan BNPT dengan menggelar Kampus Kebangsaan bagi mahasiswa ini dinilainya sangat penting bagi mahasiswa untuk mendapatkan penjelasan mengenai bahaya paham radikalisme dan terorisme. Karena sejatinya hal tersebut sebagai upaya untuk mengingat diri bagi mahasiswa itu sendiri yang masih dalam tahap perkembangan kejiwaan.
"Namun mereka pun dengan sentuhan keagamaan dan sentuhan keilmuan mereka merasa tanggung jawab untuk bagaimana tidak hanya menyerapan untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk keluarga, bahkan kampus dan bahkan juga untuk negaranya. Itu yang kita inginkan sampai ke titik pemahaman yang sangat mendalam tidak hanya sebagai wawasan pengetahuan tapi terimplementasikan dalam kehidupannya," katanya mengakhiri.
Dalam kesempatan tersebut Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag RI Prof. Dr. Ahmad Sainul Hamdi yang turut hadir sebagai narasumber dalam sesi diskusi panel menjelaskan bahwa gerakan intoleransi mengejar lulusan atau mahasiswa kampus ternama yang mencetak pegawai negeri, yang mencetak guru.
"Paham radikal dan intoleran membutuhkan perlindungan dari pejabat dan paham ini dapat mudah didistribusi melalu guru. Oleh karena itu, dibutuhkan ketahanan dari pihak akademisi seperti kampus agar memiliki ketahanan dalam paham yang menyimpang," ujar Ahmad Sainul Hamdi.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait