LEBAK, iNewsLebak.id - Mian (57), meratapi nasibnya yang kini selalu was-was dan khawatir jika rumah bilik dan tanah garapan peninggalan orang tuanya sewaktu-waktu digusur dengan alat berat.
Bukan tanpa sebab, beberapa waktu lalu, alat berat telah meratakan sebagian tanah garapan dan tanaman miliknya. Tanpa pemberitahuan, bahkan rumah yang terbuat dari bilik juga hendak digusur.
"Tiba-tiba doser (eskavator) langsung ngedorong. Tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sama saja menghina kami," ungkap Mian, Senin (2/9/2024) siang.
Kesaksian serupa juga diungkap oleh istri Mian, Aswinah menyebut waktu alat berat datang ia baru kembali dari pasar berjualan.
"Doser (eskavator) datang dari sebelah sana, ga bilang-bilang. Saya langsung lari menyelamatkan beberapa tanaman. Dag dig dug rasanya waktu itu, antara marah dan sakit hati," ungkapnya.
Rumah bilik miliknya juga hendak diratakan saat itu, namun dibantu Ketua RT setempat akhirnya batal dilakukan.
"Saya dengar rumah ini juga akan didoser, tapi saya bersikukuh akan tetap diam di rumah. Pasti nanti akan ada yang kasihan melihat kami," terang Aswinah.
Nestapa Mian dan Aswinah juga dirasakan puluhan warga lainnya, yang merupakan penggarap lahan milik negara sejak tahun 1970-an. Turun temurun warga menggarap lahan tersebut sebagai mata pencaharian utama.
Mian menunjukkan secarik kertas tertulis bahwa orang tua Mian, Mimi diberikan Surat Keterangan Penerbitan Tanah seluas 1 hektare pada tanggal 15 Juli 1987 dan ditandatangani Kepala Desa Sukatani dan distempel basah. Bukti itu yang dipegang Mian sampai saat ini.
Namun pada akhir tahun 2023 lalu, PT MII mengklaim bahwa lahan seluas 119 hektare yang berada di Desa Sukatani hak garapnya adalah milik mereka. Dengan alasan itu PT MII menurunkan alat berat untuk meratakan tanah dan mendirikan 4 villa di lahan tersebut.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu Direksi PT MII, H Imam yang mengatakan perusahaan memiliki surat pembelian tanah sejak tahun 1993 - 1994. Seperti dikutip dalam artikel iNews.id tanggal 31 Juli 2024 lalu.
"PT MII memiliki dasar hukum yang kuat, dari awal pembelian sampai sekarang dari pihak kami membeli kepada masyarakat. Bahkan bukti kepemilikan over alih garapan dari awal sampe sekarang itu sudah ada di kami. Kami merasa tanah tersebut itu sudah dikuasakan ke kami," tegas H Imam.
Terpisah, perwakilan masyarakat yang menamakan diri Petani Penggarap Lahan Eks PT MII, H Lomri menjelaskan bahwa pertemuan antara warga dan PT MII telah dilakukan terkait persoalan ini.
"Sudah dilakukan, tim kuasa hukum PT MII meminta kami mengumpulkan data otentik yang dimiliki warga yang telah menggarap lahan tersebut sejak tahun 70-an. Ini masih dalam proses, sedikitnya ada 57 orang dengan total luas tanah diatas 50 hektare," ungkapnya.
Ia pun meminta kepada pemerintah Kabupaten Lebak untuk turun tangan, "Kami berharap pemerintah hadir dalam persoalan ini. Karena kewenangan HGB atau HGU adalah kewenangan pemerintah," ujarnya.
Menurut informasi, HGB yang dipegang PT MII kabarnya telah habis pada tahun ini. Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Lebak Budi Santoso ketika diwawancarai redaksi iNewsLebak menerangkan perihal perpanjangan HGU / HGB ranahnya ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Kita belum monitor, karena HGB dan HGU ranahnya ada di BPN. Nanti kalau mereka (PT MII-red) mengajukan pasti ada rekomendasi dari Pemda," pungkasnya.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait