"Pada sebelum 1808 kawasan Cilangkahan ini masih salah satu dari empat pembagian kawasan pemerintahan kadipaten do Banten, yakni pusat kadipaten Banten Kidul. Baru pada 1828 pusat pemerintahan dipindahkan ke Lebak Parahyangan di Leuwidamar," ujarnya.
Menurut Yadi, saat itu kawasan Cilangkahan termasuk area perkebunan dan pertanian.
"Di kawasan Lebak selatan ini saat itu masih area partikelir seperti rempah dan cengkih. Termasuk produk pertanian warga seperti gula aren cair dan tuak sangat terkenal di dunia saat itu. Adapun investornya itu juga banyak seperti inggris, Prancis, Tiongkok dan negara Eropa lainnya," terang Yadi.
Pemateri KH Hamdan Suhaemi memaparkan bahwa tatar Banten adalah negeri para thariqah. Selain itu adanya pertempuran Geger Cilegon yang memicu kebangkitan perlawanan bangsa Nusantara terhadap penjajahan. Pada bagian lain, untuk menggambarkan karakter Banten, Hamdan Suhaemi juga menguraikan perkembangan tarekat yang ada di tanah Banten.
"Perkembangan tarekat di Banten ini cukup bagus. Bahkan Banten adalah salah satu daerah kiblat berbagai ajaran tarekat di Nusantara, seperti halnya yang di pelopori Ki Asnawi Caringin untuk Thariqah naqsabandiyah qodiriyah. Dan peristiwa Geger Cilegon juga banyak melibatkan kaum tarekat yang ikut melakukan perlawanan terhadap kolonial," ungkapnya.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait