Hukum Menelan Ludah Saat Puasa, Serta Batasan Batal Puasa Lainnya

LEBAK, iNewsLebak.id - Ibadah puasa mengharuskan umat Muslim untuk menahan diri dari pemenuhan hawa nafsu, termasuk makan dan minum, dari fajar hingga senja. Hal ini membuat beberapa orang khawatir, apakah menelan ludah membatalkan puasa? Hal tersebut kerap kali membuat orang membuang air liurnya karena khawatir puasanya akan batal, tetapi pada situasi tertentu hal itu sangat merepotkan.
Lantas, apakah menelan ludah membatalkan puasa? serta bagaimana hukumnya bagi seorang Mukmin?
Hukum menelan ludah atau air liur ini telah di bahas dalam buku Kitab Fikih Sehari-hari oleh Shohibul Ulum. Simak ulasan berikut!
Dalam Fathul Mu’in telah dijelaskan bahwa menelan ludah atau air liur selama berpuasa itu tidak membatalkan, asalkan air liur tersebut berasal dari mulut sendiri, bukan dari sumber lain.
Namun, jika air liur tersebut sengaja dikumpulkan di dalam mulut kemudian ditelan, di sini terdapat dua pendapat dari kalangan para ulama. Ada yang mengatakan membatalkan dan ada juga yang mengatakan tidak.
Imam An-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab (6/ 327) menanggapi pertanyaan di atas dengan sebagai berikut: “Pendapat paling shahih tidak membatalkan puasa. Jika sudah banyak terkumpul tanpa sengaja, misalnya akibat banyak berbicara atau yang lainnya, kemudian tertelan, hal ini tidak membatalkan puasa tanpa ada perbedaan (khilaf).”
Puasa seorang Muslim tidak batal jika menelan ludah dalam kondisi berikut:
Ludah murni, tidak bercampur dengan sisah makanan atau yang lainnya.
Ludah yang tertelan masih berada di dalam mulut, artinya jika ludahnya sudah keluar dari mulut lalu disedot dan ditelan, itu membatalkan.
Menelan ludah dengan lazim sebagaimana biasanya, jika ludah sengaja dikumpulkan di dalam mulut hingga menumpuk kemudian ditelan, terdapat dua pendapat. Yaitu, batal dan tidak.
Ilustrasi: Unsplash
Tidak membatalkan puasa, jika dalam keadaan darurat. Atau lebih rinci sebagai berikut:
Jika suntikan berisi suplemen vitamin sebagai pengganti makanan, hukumnya membatalkan.
Jika suntikan hanya mengandung obat (tidak berisi suplemen) maka tidak membatalkan. Dalam catatan suntikan dimasukan melalui urat-urat yang tidak berongga. Jika, suntikan dimasukan melalui pembulu darah hukumnya tetap membatalkan.
Perhatikan kasus berikut ini. Sepasang suami istri melakukan hubungan intim di malam Ramadan sehingga keduanya ketiduran hingga masuk waktu subuh (tidak mandi junub). Jika kasusnya seperti di atas maka puasanya tetap sah karena syarat berpuasa tidak ada ketentuan harus suci dari hadas kecil dan besar.
Hal tersebut dibagi menjadi tiga kondisi, sebagai berikut:
Jika kumurnya itu memiliki tujuan, seperti Wudhu dan mandi, maka hukumnya tidak membatalkan.
Jika hukumnya memiliki tujuan, tetapi berlebihan dalam berkumur makan membatalkan.
Jika berkumurnya tidak memiliki tujuan, maka membatalkan.
Hukumnya dibolehkan dan tidak Makruh selama memiliki hajat (keperluan), selama masih di lidah dan tidak ditelan. Tetapi, hukumnya menjadi Makruh jika hal tersebut tidak memiliki hajat.
Dijelaskan lebih rinci dalam asy-Syarqawy (1/ 445) tertulis: “Dimakruhkan mencicipi makanan tersebut (bagi orang yang sedang berpuasa) bila memang bagi orang yang tidak berkepentingan. Sedangkan, bagi seorang yang memasak, baik perempuan atau laki-laki atau orang yang memiliki anak untuk mengunyahkan makanan anaknya maka tidak di-Makruhkan.
Editor : Imam Rachmawan