Memaafkan di Hari Raya; Tradisi, Kesadaran, atau Formalitas?

Di tengah berbagai tradisi yang sudah melekat dalam perayaan Idul Fitri, kita perlu kembali bertanya: apa sebenarnya makna dari hari raya ini? Apakah sekadar berkumpul, berbagi makanan, dan saling bermaafan dalam formalitas? Ataukah ini momen untuk benar-benar melakukan refleksi diri dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik?
Memaafkan memang penting, tetapi tidak boleh hanya menjadi seremonial tahunan. Jika kita meminta maaf, pastikan itu bukan hanya sebatas kata-kata, tetapi juga disertai dengan perubahan sikap. Jika kita memaafkan, pastikan itu benar-benar lahir dari hati, bukan karena tekanan budaya.
Lebaran seharusnya bukan hanya soal tradisi yang terus berulang, tetapi tentang bagaimana kita bisa menjadikannya sebagai momentum transformatif untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ini adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan diri, memperbaiki hubungan yang retak, dan membangun kesadaran baru tentang makna kehidupan sosial yang lebih dalam.
Pada akhirnya, kemenangan sejati di hari yang fitri bukanlah tentang berapa banyak tangan yang kita jabat, seberapa banyak pesan maaf yang kita terima, atau seberapa meriahnya perayaan kita. Lebih dari itu, kemenangan sejati adalah ketika kita benar-benar mampu berdamai dengan diri sendiri, memperbaiki hubungan dengan orang lain, dan membawa perubahan nyata dalam kehidupan setelahnya.
Penulis: Anang Ma’ruf Faisala adalah Kader HMI Cabang Serang.
Editor : U Suryana