Perajin Krey dan Sapu Lidi di Lebak Hasilkan Omzet Miliaran, Dorong Ekonomi Warga Pedesaan
LEBAK, iNewsLebak.id – Pemerintah Kabupaten Lebak terus mendorong masyarakat yang tinggal di sekitar perkebunan kelapa sawit agar memanfaatkan potensi alam dengan memproduksi berbagai kerajinan seperti krey dan sapu lidi.
Permintaan kedua produk tersebut terbilang tinggi, terutama dari berbagai daerah di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Krey umumnya digunakan untuk melindungi dari terik matahari dan cipratan air hujan, baik di teras rumah maupun rumah makan. Sementara itu, sapu lidi menjadi alat kebersihan yang banyak digunakan untuk menyapu halaman rumah hingga jalanan.
Menariknya, keberadaan perajin krey dan sapu lidi berbahan dasar pelapah kelapa sawit di Lebak kini berhasil memutar roda ekonomi hingga menembus angka miliaran rupiah setiap bulannya. Kondisi ini menunjukkan bahwa kerajinan tersebut berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
“Kita mengapresiasi perajin krey dan sapu lidi pelapah sawit mampu menumbuhkan ekonomi keluarga,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, Imam Suangsa, di Lebak, Minggu (20/10/2025).
Imam menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 500 pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang bergerak di bidang kerajinan krey dan sapu lidi. Dengan rata-rata penghasilan Rp3 juta per bulan, total perputaran uang yang dihasilkan mencapai sekitar Rp1,5 miliar setiap bulan.
“Kita meyakini pendapatan sebesar itu dipastikan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga dan bisa menghapus kemiskinan,” ujarnya.
Para pelaku UMKM ini tersebar di sejumlah kecamatan seperti Rangkasbitung, Maja, Cimarga, Cileles, Banjarsari, dan Leuwidamar, wilayah yang memang berdekatan dengan perkebunan kelapa sawit milik PTPN III Cisalak Baru dan perkebunan rakyat.
Produk krey dan sapu lidi tersebut dijual melalui pengepul dengan harga krey sekitar Rp30 ribu per lembar dan sapu lidi Rp1.000 per satuan. “Semua produksi kerajinan masyarakat itu dijual ke luar daerah,” tambahnya.
Salah satu perajin, Mulyadi (55) bersama istrinya, Sa’adah (50), warga Kampung Cihiyang, Desa Rangkasbitung Timur, mengaku telah menekuni usaha kerajinan krey selama 15 tahun. Berkat usaha tersebut, kehidupan ekonomi keluarga mereka kini jauh lebih baik dibandingkan saat Mulyadi masih bekerja sebagai buruh bangunan.
“Pendapatan kami rata-rata Rp3 juta per bulan dari usaha kerajinan krey yang dijual ke pengepul Rp30 ribu per lembar. Sehari bisa memproduksi tiga sampai empat lembar,” ujar Mulyadi.
Ia menuturkan, dari hasil kerajinan itu, keluarganya mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menyekolahkan dua anaknya hingga tingkat SMP dan SMA. “Kami merasa senang dengan pendapatan kerajinan itu, selain bisa menyekolahkan dua anaknya di SMP dan SMA juga memenuhi ketersediaan pangan keluarga,” katanya.
Sementara itu, Toto (55), salah satu pengepul, menyebut dirinya menampung hasil produksi krey dan sapu lidi dari 150 perajin binaannya yang tergabung dalam paguyuban di Desa Rangkasbitung Timur.
“Kami menampung produksi krey itu dari perajin sekitar Desa Rangkasbitung Timur,” ujarnya.
Toto mengungkapkan, setiap hari ia bisa memasarkan sekitar 200 lembar krey ke sejumlah pedagang di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat dengan harga jual mencapai Rp40 ribu per lembar.
Editor : Imam Rachmawan