"Yang perlu dikaji dan dipahami adalah begini. UU Pers memiliki kekuatan tunggal dan tidak ada aturan dari produk manapun termasuk dewan pers. Karena UU Pers bersifat tunggal yang belum memiliki Peraturan Pelaksananya (PP). Jadi peraturan pelaksana yang dibuat dewan pers harus dipertanyakan dan dikaji ulang sebagai landasan hukumnya termasuk bentukan verifiasi, UKW dan lain sebagainya," snggung dia.
Sementara itu ditempat yang sama, Ketua Umum FWJ Indonesia, Mustofa Hadi Karya atau yang biasa disapa Opan sebagai pelaksana kegiatan Pendalaman Profesi Kejurnalistikan serta memahami Kode Etik Jurnalistik, pembedahan UU Pers dan UU ITE yang digelar selama 2 hari di Wisma Arga Muncar Bogor mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan bentuk keprihatinannya terhadap perkembangan pers saat ini.
"Kami bukan hanya mengupas sejarah Pers yang dilakukan Majelis Pers saat itu, akan tetapi kami juga memberikan pemantapan kejurnalistikan kekinian berupa Mobile jurnalistm, tata cara pendalaman penulisan, pemahaman kode etik jurnalistik sampai kepada payung hukum pers dan bentuk korelasi UU ITE terhadap karya jurnalistik," ulas Opan.
Dia juga menjelaskan para pendidik dan pembicara yang hadir merupakan mereka yang sudah memiliki keahliannya dalam pembedahan kejurnalistikan dan hukum.
"Sengaja kami hadirkan langsung sekjen Majelis Pers, Praktisi hukum sekaligus pengamat hukum dan politik Damai Hari Lubis, Bunayya Saifuddin (Eks Harian Pelita dan eks Konsultan Antara TV News), Ismet Noviandi (eks Metro TV), M Sunu Probo Baskoro (eks LKBN Antara TV dan Eks Berita Satu), Drs. Joko Irianto (eks Jawa Pos), Richard William (Gapta Firma), Puguh Kribo, dan Jaenal Abidin (Pengamat Jurnalis masyarakat)," paparnya.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait