Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Nabi SAW dan Zaid bin Tsabit makan sahur bersama. Setelah selesai, Nabi SAW segera melaksanakan salat. Kami bertanya kepada Anas, "Berapa lama jeda antara selesai sahur dan salat?" Anas menjawab, "Kira-kira selama seseorang membaca lima puluh ayat Al-Qur’an." (HR Bukhari No. 542)
Menurut literatur fikih, waktu puasa dimulai sejak terbitnya fajar hingga matahari terbenam. Dengan kata lain, batas akhir sahur adalah saat terbit fajar atau saat azan subuh dikumandangkan.
Dalam kitab Fiqh ash-Shiyam karya Syekh Yusuf al-Qaradlawi, dijelaskan bahwa puasa dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Ini berarti, secara syariat, pertanyaan apakah imsak boleh makan dan minum? masih diperbolehkan hingga waktu subuh tiba.
Meskipun secara syariat batas akhir sahur adalah saat terbit fajar, ulama menganjurkan untuk berhenti makan dan minum beberapa saat sebelum itu sebagai bentuk kehati-hatian.
Imam Al-Mawardi dalam karyanya Al-Iqna’ menyebutkan bahwa lebih baik bagi orang yang berpuasa untuk menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak keduanya.
Hadist Yang Membahas Imsak
Dilansir dari NU Online, Imam Al-Mawardi di dalam kitab Iqna’-nya menuturkan:
وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا
Artinya: Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya (Lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’ [Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74)
Musthafa al-Khin dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji menyebutkan:
والصيام شرعاً: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية
Artinya: Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari disertai dengan niat (Musthafa al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji fil Fiqh As-Syafi’i [Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz 2, hal. 73)
Sedangkan Sirojudin Al-Bulqini menyampaikan:
السابعُ: استغراق الإمساكِ عما ذُكرَ لجميع اليومِ مِن طُلوعِ الفجرِ إلى غُروبِ الشمسِ.
Artinya: Yang ketujuh (dari hal-hal yang perlu diperhatikan) adalah menahan diri secara menyeluruh dari apa-apa (yang membatalkan puasa) yang telah disebut sepanjang hari dari tebitnya fajar sampai tenggelamnya matahari (Sirojudin al-Bulqini, Al-Tadrib [Riyad: Darul Qiblatain, 2012], juz 1, hal. 343)
Jadi secara syariat, apakah imsak boleh makan dan minum? Jawabannya, masih diperbolehkan hingga azan subuh atau terbit fajar.
Namun, tradisi imsak yang dimulai sekitar 10 menit sebelumnya merupakan bentuk kehati-hatian dan memiliki dasar dalam sunnah Nabi Muhammad SAW.
Memahami makna dan tujuan imsak dapat membantu umat Islam menjalankan puasa dengan lebih baik sesuai tuntunan agama.
Editor : Imam Rachmawan
Artikel Terkait