Revitalisasi Pengawasan Dana Kampanye

U Suryana
Dr. Bachtiar, Pengajar Hukum Tata Negara FH UNPAM - Pemerhati Kepemiluan / foto: istimewa

Oleh: Dr. Bachtiar 

Pengajar Hukum Tata Negara FH UNPAMPemerhati Kepemiluan

SERANG, iNewsLebak.id - Satu dari sekian banyak celah integritas dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah lemahnya pengawasan terhadap dana kampanye. Persoalan ini bukan hal baru, namun menjadi semakin krusial ketika kontestasi politik semakin mahal, terpolarisasi, dan rawan manipulasi. Dalam praktiknya, Bawaslu masih menghadapi keterbatasan mendasar dalam mengawasi aliran uang kampanye secara real-time. Salah satu problem struktural adalah keterbatasan kewenangan hukum untuk mengakses langsung rekening dana kampanye yang dibuka oleh peserta pemilu. Padahal, rekening khusus itu menjadi titik awal untuk mengungkap berbagai potensi pelanggaran, dari sumbangan ilegal, penggunaan dana negara terselubung, hingga indikasi politik uang berskala besar.

Kondisi ini diperparah oleh tidak sinkronnya mekanisme pengawasan lintas lembaga. Bawaslu, sebagai pengawas, tidak memiliki akses setara dengan KPU yang menjadi otoritas pencatat dan penerima laporan dana kampanye. Sementara itu, PPATK sebagai lembaga intelijen keuangan, hanya dapat bertindak bila ada permintaan resmi dalam kasus tertentu. Celah ini menimbulkan moral hazard bagi peserta pemilu yang ingin menyamarkan sumber dana atau menggunakan saluran-saluran tidak sah tanpa terdeteksi dalam waktu cepat. Akibatnya, pengawasan menjadi reaktif, bukan preventif, dan publik kehilangan kesempatan untuk mengetahui siapa yang sesungguhnya membiayai para calon pemimpin.

Masalah pengawasan dana sosialisasi calon juga tidak kalah genting. Banyak petahana atau pejabat publik yang menggunakan program institusional untuk meningkatkan popularitas pribadi dengan membonceng anggaran negara, Karena sosialisasi bukan bagian dari masa kampanye resmi, praktik ini sering luput dari radar pengawasan dana kampanye. Padahal secara substansi, aktivitas tersebut memiliki tujuan elektoral yang sama. Tanpa kerangka hukum yang jelas dan mekanisme pengawasan yang kuat terhadap dana publik yang digunakan untuk kegiatan bercorak politik, ruang penyalahgunaan akan semakin terbuka dan mencederai prinsip kesetaraan dalam kontestasi.

Pengawasan yang Lemah, Risiko yang Tinggi

Keterbatasan ini berkonsekuensi langsung pada minimnya efektivitas pengawasan pembiayaan poltik. Banyak laporan penggunaan dana kampanye yang disusun secara formalitas, tidak mencerminkan transaksi riil di lapangan. Di sisi lain, optensi penyalahgunaan anggaran pemerintah untuk kepentingan sosialisasi pejabat publik yang berkontestasi juga sulit dilacak, karena menyaru dalam program bantuan, kegiatan resmi, atau publikasi yang dibungkus sebagai kegiatan institusi.

Kondisi ini melemahkan prinsip transparansi dan keadilan dalam pemilu. Dalam iklim demokrasi yang sehat, siapa yang membiayai politisi harus seterang siapa yang dipilih rakyat. Namun, dalam realitas, aliran dana kampanye lebih banyak disembunyikan dari pada diawasi.

Editor : U Suryana

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network