Menata Ulang Pilar Keadilan Pemilu Momentum Revisi UU Pemilu

U Suryana
Dr. Bachtiar, Pengajar HTN FH UNPAM dan Pemerhati Hukum Pemilu / foto: istimewa

Penguatan fungsi ajudikasi administratif menjadi kebutuhan mendesak. Bawaslu harus diberi mandat untuk secara final dan mengikat menyelesaikan pelanggaran administratif tertentu yang bersifat langsung dan berdampak nyata terhadap integritas pemilu, tanpa harus tergantung pada penilaian ulang oleh lembaga lain. Contohnya, politik uang, kampanye di luar jadwal, dan pelibatan aparat negara seharusnya cukup diproses melalui keputusan atau putusan Bawaslu yang final untuk efektivitas dan kepastian hukum. Dengan demikian, proses hukum tidak terjebak dalam birokrasi ganda yang berlarut-larut.

Wewenang dalam validasi awal unsur pelanggaran juga harus diperkuat, sebab posisi hukum Bawaslu saat ini hanya memberi penilaian awal yang tidak bersifat final dan mengikat, sehingga mudah diabaikan oleh lembaga eksekutor lain yang memiliki tafsir atau kepentingan berbeda. Inilah yang menjadi akar dari fragmentasi penegakan hukum pemilu dan melemahnya daya intervensi Bawaslu terhadap pelanggaran serius. Validasi ini penting untuk menghindari tumpang tindih tafsir dan mencegah stagnasi penanganan perkara karena tarik menarik antar-instansi penegak hukum.

Oleh sebab itu, dalam konteks revisi UU Pemilu, penguatan otoritas validasi awal harus diarahkan untuk: (i) memberikan status keputusan awal yang mengikat secara hukum bagi institusi lain dalam sistem penegakan pelanggaran pemilu (setidaknya setara dengan penilaian hukum Kejaksaan dalam tahap pra-penuntutan); dan (ii) menjamin bahwa putusan atau rekomendasi Bawaslu atas pelanggaran administrasi maupun etik tidak hanya dipertimbangkan, tetapi dianggap sebagai dasar tindakan wajib oleh lembaga terkait, kecuali dibuktikan sebaliknya melalui mekanisme keberatan atau koreksi formal.

Di sinilah pentingnya perubahan paradigma: validasi awal atas unsur pelanggaran oleh Bawaslu harus bersifat otoritatif terbatas, yakni cukup kuat untuk menjadi dasar wajib bagi instansi lain menindaklanjuti proses hukum, kecuali ada proses keberatan atau koreksi formal. Pendekatan ini tidak serta-merta menjadikan Bawaslu sebagai lembaga pemutus akhir, tetapi memperkuatnya sebagai pemantik yang sah dalam sistem penegakan hukum pemilu.

Selain itu, mekanisme eksekusi yang lebih ringkas dan mengikat harus menjadi bagian integral dari desain kelembagaan baru. Hal ini termasuk penataan kewenangan untuk mengeksekusi pelanggaran netralitas ASN, misalnya dengan membuka opsi pemberian sanksi etik langsung, atau memperkuat status rekomendasi Bawaslu agar tidak lagi bersifat “sekadar diteruskan” melainkan memiliki kekuatan hukum yang wajib ditindaklanjuti oleh instansi terkait. Kelemahan pada tahap eksekusi selama ini menyebabkan Bawaslu menjadi lembaga yang sekadar memberi peringatan moral, bukan institusi pengendali integritas pemilu yang seharusnya.

Editor : U Suryana

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4 5

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network