LEBAK, iNewsLebak.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo memang belum bisa dikatakan sebagai kebijakan yang populer. Tak sedikit pihak yang secara terang-terangan menolak bahkan meminta program itu untuk dievaluasi.
Carut marut di lapangan pun jadi faktor tambahan, mulai dari terlambatnya pembayaran ke dapur penyedia MBG, menu yang tak sesuai selera, maupun dugaan keracunan yang dialami peserta didik di berbagai daerah.
Lewat Hashim Djojohadikusumo, program MBG ini ditegaskan bakal terus berjalan, bahkan anggaran untuk MBG naik menjadi Rp171 triliun di tahun 2025. Ini merupakan satu bentuk kepastian investasi jangka panjang sumber daya manusia (SDM) lewat program MBG tetap dilanjutkan.
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi ini pun optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai 8 persen, ditopang program MBG yang setiap tahun akan ditambah anggarannya oleh pemerintah pusat.
Menurutnya, program MBG ini akan memberikan kebutuhan pangan harian bagi sekitar 82 juta orang. Dengan demikian kebutuhan komoditi seperti telur, daging ayam, sayuran, nasi, tempe, dan tahu serta buah-buahan akan diserap oleh dapur MBG.
Seperti halnya di Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, berdasarkan data yang dilihat dari laman dapo.dikdasmen jumlah total peserta didik mencapai 12.722 orang. Ini artinya lewat program MBG ada kebutuhan ketersediaan pangan sebanyak itu.
Sedangkan komposisi gizi yang diberikan kepada para siswa harus mencakup 30 persen protein, 40 persen karbohidrat, dan 30 persen serat. Selain itu, aspek higienis dan keamanan pangan menjadi faktor utama program MBG.
Bicara ketersedian pangan atau bahan baku MBG, ada peluang bagi UMKM, swasta, koperasi, maupun Bada Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi penyedia. Hal inilah yang menjadikan pemerintah optimis semua elemen ekonomi di tingkat bahwa bisa bergerak.
Jika mengacu pada acuan gizi karbohidrat jenis nasi, untuk memenuhi 195 kalori diperlukan 150 gram nasi. Jika di Kecamatan Malingping porsinya 12.722 maka per hari dibutuhkan beras lebih dari 2 ton banyaknya. Demikian juga telur, ayam, sayuran, dan komoditi lain.
Disinilah peran penyedia lokal untuk bisa menopang kebutuhan dapur MBG dari segi komoditi bahan pangan. Peran UMKM, koperasi, dan BUMDes diharapkan bisa bersinergi dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.
Khusus BUMDes, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto telah menerbitkan surat keputusan bahwa 20 persen Dana Desa dialokasikan untuk mendukung program ketahanan pangan dan MBG.
Politisi Partai Amanat Nasional ini juga mencanangkan ‘desa tematik’ dengan menggali potensi ekonomi desa yang lagi-lagi tujuannya adalah mendukung ketersediaan pasokan bahan pangan atau komoditi yang dibutuhkan dapur MBG.
Pelaksanaan program MBG di Kabupaten Lebak sendiri memang belum jelas kabar beritanya kapan akan dilaksanakan program MBG ini. Namun hal ini perlu disikapi dini oleh pemerintah desa dan dinas terkait, agar pada saat running ketersedian pasokan tak jadi kendala.
Menurut penulis, BUMDes harus menjadi leading sector penyedia atau supplier dapur MBG. Potensi yang dimiliki tiap desa harus segera dimapping sesuai dengan arahan Mendes untuk menjadikan ‘desa tematik’. Tentunya dengan melibatkan dinas terkait.
Sumber daya penyuluh pertanian dan peternakan harus segera menyambut rencana ini dengan maksimal, memetakan potensi di setiap desa berkoordinasi dengan pendamping desa dan perangkat desa agar BUMDes bisa mendapat referensi komoditi apa yang bisa dikembangkan.
Jika potensi memang melimpah, tak menutup kemungkinan BUMDes memiliki unit-unit usaha lebih dari satu. Dengan demikian, pelibatan masyarakat sebagai tenaga kerja lokal bisa makin banyak terserap di unit-unit usaha tersebut.
Misal, untuk memenuhi kebutuhan telur Desa A ditunjuk untuk menyediakan 300 kilogram telur per hari. Jika diakumulasikan butir mencapai 4000 – 5000 butir per hari. Ada kesempatan lebih dari 10 orang pekerja di unit usaha tersebut. Dan unit-unit usaha lainnya, seperti tahu tempe, sayur mayur, daging ayam, dan ikan.
Demikian juga dengan desa-desa lain dan BUMDes lain yang ada di satu kecamatan tersebut. BUMDes maupun UMKM bisa menyerap ribuan pekerja lokal dalam menjamin ketersediaan pasokan MBG, sesuai dengan tematik atau potensi yang ada.
Penulis meyakini, program MBG ini bukan hanya sebagai investasi jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Namun juga jadi peluang penyerapan tenaga kerja lokal yang juga tak sedikit jumlahnya.
Pemerintah daerah diharapkan bergerak lebih cepat untuk menggali potensi yang ada di desa-desa, melibatkan sumber daya penyuluh, pendamping, hingga pemerintahan di tingkat desa. Agar kemandirian dan swasembada pasokan MBG bisa dicapai.
Dalam setiap kebijakan pemerintah ada pro dan kontra merupakan satu hal yang wajar. Namun kajian akan program tersebut pastinya sudah dilakukan dalam kurun waktu tak sebentar. Studi tiru di berbagai Negara juga jadi alasan kuat program MBG ini jadi andalan pemerintahan Prabowo – Gibran.
Anak Indonesia Hebat untuk Generasi Emas 2045
(Penulis adalah Penanggungjawab Redaksi iNews Lebak / Pemerhati Sosial)
Editor : Lazarus Sandy
Artikel Terkait