Meski begitu, kondisi tersebut tetap menjadi perhatian serius. Menurutnya, sekolah semestinya menjadi ruang aman bagi anak, bukan tempat yang memunculkan risiko kekerasan.
Dari sejumlah kasus yang ditangani, bullying menjadi bentuk kekerasan yang paling sering terjadi baik fisik, verbal, maupun melalui media sosial.
“Selain perundungan, kami juga menemukan kekerasan fisik oleh sebaya dan beberapa kasus kekerasan verbal atau intimidasi yang dilakukan orang dewasa di lingkungan sekolah,” jelas Puji.
Ia menyebut faktor pemicu kekerasan beragam, mulai dari kurangnya kontrol emosi, dinamika kelompok sebaya, pola komunikasi tidak sehat, hingga rendahnya literasi tentang kekerasan. Minimnya pengawasan di lingkungan sekolah juga dianggap menjadi faktor penting.
UPTD PPA Lebak juga menyoroti pola kekerasan yang melibatkan sebaya dan orang dewasa. Kekerasan antar-teman sebaya banyak dipicu dinamika pergaulan yang tidak sehat, sedangkan kekerasan oleh tenaga pendidik biasanya berasal dari praktik disiplin yang keliru atau penyalahgunaan relasi kuasa.
“Yang paling perlu diwaspadai adalah normalisasi kekerasan, ketika anak maupun orang tua menganggap kekerasan sebagai hal yang ‘biasa’ dalam mendidik. Normalisasi inilah yang harus kita hentikan,” tegas Puji.
Editor : Imam Rachmawan
Artikel Terkait
