Biasanya, untuk lahan ½ hektare menghasilkan sedikitnya 8 ton timun suri sepanjang bulan puasa. Karena itu, timun suri dari wilayah ini memasok sebagian besar kebutuhan pasar di wilayah Lebak selatan selama bulan puasa.
Dikatakan petani, ancaman gagal panen yang dialaminya disebabkan harga pupuk yang tak terjangkau. Mereka tak memiliki kartu tani hingga akhirnya membeli pupuk non subsidi dengan harga mencapai Rp350-400 ribu.
“Terpaksa beli yang non subsidi, harganya 3 kali lipat dari yang subsidi. Kami kurangi pemakaian pupuknya karena mahal, akhirnya malah jadi begini, buah kecil-kecil dan bakal merugi,” tambah Endan.
Tak hanya itu, petani mengaku petugas Dinas Pertanian tidak pernah menyambangi dan memberikan penyuluhan terhadap petani timun suri disana. Bahkan ancaman gagal panen yang mereka alami pun tak diketahui oleh penyuluh.
Dihubungi terpisah, petugas penyuluh pertanian Kecamatan Malingping saat dikonfirmasi beralasan ancaman gagal panen yang dialami puluhan petani timun suri disebabkan faktor cuaca ekstrem yang terjadi pada saat awal musim tanam.
Terkait pupuk bersubsidi, penyuluh juga memaparkan bahwa tanaman timun suri atau buah-buahan, tidak masuk dalam 9 komoditas yang mendapat alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah.
Editor : U Suryana