get app
inews
Aa Text
Read Next : Menyoal Dualistik Pengawasan

Revitalisasi Pengawasan Dana Kampanye

Kamis, 05 Juni 2025 | 10:13 WIB
header img
Dr. Bachtiar, Pengajar Hukum Tata Negara FH UNPAM - Pemerhati Kepemiluan / foto: istimewa

Kedua, sudah saatnya dibentuk unit pengawasan keuangan pemilu berbasis digital, sebagai bentuk joint control antara Bawaslu, KPU, dan PPATK. Dengan dukungan teknologi finansial, transaksi dalam rekening kampanye bisa diawasi secara otomatis – dengan sistem flagging untuk sumbangan mencurigakan, penggunaan yang tidak wajar, atau transaksi dari sumber tidak sah. Unit ini juga dapat bekerja lintas siklus: tidak hanya mengawasi masa kampanye, tetapi juga pra-kampanye (sosialisasi) dan pasca-pemilu (laporan keuangan akhir). Dengan begitu, praktik penyamaran dana kampanye dalam bentuk program sosialisasi pejabat aktif bisa lebih mudah ditindak.

Ketiga, penting untuk menata ulang sistem pelaporan dana kampanye yang selama ini bersifat deklaratif dan kurang terverifikasi. Banyak peserta pemilu yang hanya menyusun laporan keuangan secara administratif demi memenuhi syarat formal, bukan mencerminkan transaksi riil. Sistem pelaporan yang ideal adalah yang langsung terintegrasi dengan rekening kampanye dan sistem informasi digital lembaga pengawas. Setiap pemasukan dan pengeluaran wajib dicatat secara otomatis melalui platform digital yang terhubung dengan otoritas pengawasan. Ini akan menutup celah manipulasi laporan dan mempermudah deteksi dini atas penyimpangan.

Keempat, perlu penguatan kapasitas kelembagaan dalam aspek sumber daya manusia dan infrastruktur digital. Audit dana kampanye tidak bisa hanya mengandalkan ketelitian manual, tetapi membutuhkan tenaga analis forensik keuangan, pengembang sistem informasi, dan pakar hukum pembiayaan politik. Pemerintah dan DPR perlu memikirkan investasi jangka panjang untuk membangun sistem pengawasan dana politik yang kuat dan modern. ini adalah bagian dari upaya memperkuat demokrasi prosedural sekaligus menjaga integritas pemilu.

Kelima, transparansi kepada publik juga perlu ditingkatkan. Masyarakat berhak tahu siapa yang mendanai kandidat yang akan mewakili mereka. Oleh karena itu, Sebagian data transaksi dana kampanye perlu dipublikasikan secara berkala, terutama yang menyangkut identitas penyumbang besar dan pola penggunaan dana kampanye. Dengan partisipasi publik dalam mengawasi, tekanan moral terhadap kandidat dan partai politik untuk berlaku jujur akan lebih kuat. Ini sejalan dengan prinsip demokrasi partisipatif, di mana publik tidak hanya memilih, tetapi juga mengawasi proses politik secara aktif.

Demokrasi Harus Transparan

Demokrasi tidak hanya soal suara, tetapi juga soal uang. Tanpa pengawasan dana kampanye yang kuat dan berbasis sistem digital, pemilu akan terus menjadi ajang transaksional, bukan seleksi rasional. Penting bagi negara untuk tidak membiarkan politik yang berlindung di balik kelemahan regulasi dan keterbatasan lembaga pengawas. Kita harus berani bergerak dari retorika ke reformasi kelembagaan. Sebab di balik setiap suara yang dibeli, ada masa depan demokrasi yang dijual.

Penegasan atas pentingnya transparansi dana kampanye bukan sekadar jargon etis, tetapi menjadi prasyarat bagi tumbuhnya kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. Tanpa transparansi, publik akan terus curiga bahwa pemenang pemilu bukanlah yang paling kompeten, melainkan yang paling mampu membayar. Kondisi ini menciptakan siklus korupsi politik, yakni biaya tinggi saat kampanye dibayar kembali dengan rente saat berkuasa. Dalam jangka panjang, demokrasi akan menjadi instrumen kartel kekuasaan, bukan arena kompetisi gagasan.

Editor : U Suryana

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut