LEBAK, iNewsLebak.id - Maryami (52 tahun), seorang janda penyandang disabilitas asal Desa Senanghati, Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, mengajukan gugatan senilai Rp 1 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Lebak, Dinas PUPR dan pihak lainnya terkait lahan pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Gugatan tersebut disampaikan Maryami dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 4 DPRD Lebak, di ruang Komisi IV DPRD Lebak, Rangkasbitung, Rabu 16 Oktober 2024.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang diselenggarakan Komisi 4 DPRD Lebak ini, dipimpin Ketua Komisi 4 DPRD Lebak, DR. Ujang Giri, didampingi Wakil Ketua Komisi 4, Agus Ider Alamsyah dan para anggota lainnya.
Salah satu anggota Komisi 4, Muamar Adi Prasetya, mempertanyakan ketidakhadiran Kepala Dinas PUPR Lebak, Irfan Sayutupika, ST, yang tidak hadir dan mengirimkan perwakilan, Hendro, Kabid Cipta Karya dan seorang staf.
“Sejak semalam saya menghubungi Kepala Dinas PUPR, tetapi tidak ada respons. Saya minta hari ini Kadis PUPR menghubungi saya karena ini adalah aspirasi warga yang saya wakili. Ini masalah serius yang terjadi di daerah pemilihan saya di Lebak Selatan,” tegas Muamar, anggota DPRD dari Partai Golkar.
Rijal, anggota Komisi 4 DPRD Lebak, turut mengungkapkan bahwa memang ada pengakuan dari pihak Cipta Karya mengenai pergeseran lokasi pembangunan. Ia menegaskan bahwa rapat ini akan dijadwalkan ulang dengan kehadiran semua pihak terkait, termasuk Kepala Dinas PUPR, Inspektorat, dan Kepala Desa Senanghati.
"Kami akan memanggil semua pihak terkait agar masalah ini dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan dan tidak ada yang dirugikan," tutup Rijal.
Dalam RDP, Kuasa Hukum Maryami, Asep Setiawan, menyoroti bahwa tindakan Bidang Cipta Karya dianggap semena-mena karena melanggar perjanjian awal terkait lokasi pembangunan.
“Penentuan titik pembangunan SPAM ini tidak sesuai dengan perjanjian hibah yang diberikan oleh Maryami. Kami anggap ini sebagai tindakan penyerobotan tanah,” tegas Asep.
Asep juga menekankan bahwa pihaknya saat ini masih berharap penyelesaian dapat dicapai melalui jalur RDP. Namun, jika tidak ada solusi dalam pertemuan tersebut, ia mengindikasikan bahwa pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
Awalnya, Maryami menghibahkan lahan berukuran 4x4 meter persegi di belakang rumahnya untuk pembangunan SPAM. Namun, dalam pelaksanaannya, pembangunan dilakukan di samping rumah Maryami, yang ia rencanakan sebagai lokasi rumah anaknya di masa depan.
Merasa dirugikan, Maryami, dengan didampingi kuasa hukum Asep Setiawan, menggugat ganti rugi materil dan imateril karena merasa tertekan oleh ancaman dan cemoohan masyarakat.
Dalam RDP, Kuasa Hukum Maryami, Asep Setiawan, dari Kantor Hukum Firman T Guntur S, S.H. & Rekan, menyoroti bahwa tindakan Dinas PUPR dan rekanan pelaksana dianggap semena-mena karena melanggar perjanjian awal terkait lokasi pembangunan.
“Penentuan titik pembangunan SPAM ini tidak sesuai dengan perjanjian hibah yang diberikan oleh Maryami. Kami anggap ini sebagai tindakan penyerobotan tanah,” tegas Asep.
Kabid Ciptakarya, Hendro, mengatakan, kenapa persoalan tanah muncul setelah pembangunan selesai dan tidak dari awal. Bahwa pembangunan SPAM di Desa Senanghati, berdasarkan usulan masyarakat. Salah satu point persyaratan tersedianya lahan untuk lokasi pembangunan.
“Lokasi lahan adalah hibah dari Bu Maryami berukuran 4x4 meter pesegi. Pernyataan hibah ditandatangani bu Maryami dan disaksikan Kepala Desa Senanghati, Agus,” jelas Hendro.
Karena para pihak tidak lengkap hadir, maka RDP akan di agendakan ulang dengan waktu yang akan ditentukan dan diharapkan kehadiran semua pihak terkait, termasuk Kepala Dinas PUPR, Inspektorat, rekanan pelaksana dan Kepala Desa Senanghati.
Kasus lahan yang digunakan proyek SPAM senilai Rp 632.750.000,- ini, bersumber dari DAK tahun 2024 dan menjadi perhatian publik karena melibatkan warga kecil yang merasa dirugikan oleh pemerintah dalam proyek vital bagi kebutuhan masyarakat.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait