Awalnya, Maryami menghibahkan lahan berukuran 4x4 meter persegi di belakang rumahnya untuk pembangunan SPAM. Namun, dalam pelaksanaannya, pembangunan dilakukan di samping rumah Maryami, yang ia rencanakan sebagai lokasi rumah anaknya di masa depan.
Merasa dirugikan, Maryami, dengan didampingi kuasa hukum Asep Setiawan, menggugat ganti rugi materil dan imateril karena merasa tertekan oleh ancaman dan cemoohan masyarakat.
Dalam RDP, Kuasa Hukum Maryami, Asep Setiawan, dari Kantor Hukum Firman T Guntur S, S.H. & Rekan, menyoroti bahwa tindakan Dinas PUPR dan rekanan pelaksana dianggap semena-mena karena melanggar perjanjian awal terkait lokasi pembangunan.
“Penentuan titik pembangunan SPAM ini tidak sesuai dengan perjanjian hibah yang diberikan oleh Maryami. Kami anggap ini sebagai tindakan penyerobotan tanah,” tegas Asep.
Kabid Ciptakarya, Hendro, mengatakan, kenapa persoalan tanah muncul setelah pembangunan selesai dan tidak dari awal. Bahwa pembangunan SPAM di Desa Senanghati, berdasarkan usulan masyarakat. Salah satu point persyaratan tersedianya lahan untuk lokasi pembangunan.
Editor : U Suryana
Artikel Terkait